Langsung ke konten utama

Untuk Apa Kode Etik dan Perilaku Aparat

Sesi usai upacara hari Kesaktian Pancasila di KPBC Cilacap
Kode etik dan  kode perilaku Aparatur Sipil Negara yang dibangun pada Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 mempunyai maksud agar mereka melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab dan berintegritas tinggi, cermat dan disiplin, melayani dengan sikap hormat, sopan dan tanpa tekanan.
Yang menjadi pertanyaan, apakah etika dan perilaku  Aparatur Sipil Negara saat ini sudah menjalankan amanah Undang Undang tersebut dalam memberikan pelayanan kepada publik ?.
Banyak aduan pelayanan public ke institusi resmi seperti Ombudsmen dan unit-unit Kepatuhan Internal, juga yang curhat di medsos, suara pembaca dan media lainnya atas pelayanan publik yang buruk.
Bahkan dalam Talkshow di TVRI (hadir pihak Ombudsmen, salah satu Deputi Menpan dan Pengamat) ada pemirsa yang marah-marah dengan berkata-kata,”Pak dari Ombudsmen tolong ditindak para aparat pemerintah itu -menyebut salah satu Pemkab- semua pelayanan apa-apa diukur pakai duit bahkan lebih parah kalau menjelang atau sesudah pilkada pasti rotasi pejabat besar-besaran, apalagi kalau tidak karena duti !”.
Menunda-nunda atau mempersulit  layanan
Tidak tepat waktu masuk dan pulang jam kerja, masuk kerja tepat waktu yang ditandai dengan mengisi Daftar Hadir dan Daftar Pulang Kerja tetapi tidak berada atau sering tidak ada di tempat tugas/kerja, berada di tempat tugas/kerja tetapi tidak fokus melayani adalah benih-benih awal dari menunda-nunda atau mempersulit layanan.
Tidak tepat waktu masuk dan pulang jam kerja masih dapat dipilah-pilah. Kalau tidak tepat hadir dan tidak tepat pulang jam kerja dengan alasan yang masuk akal, tentu masih dapat diterima sehingga jelas keberadaannya dan rekan kerja yang lain bisa mem-backup.
Yang merepotkan pengguna layanan dan juga rekan kerja adalah kelompok kedua, biasa disebut “Batalyon 705” yang pulang kerja pulang 17.00 atau “Batalyon 704” yang pulang kerja pukul 16.00 waktu setempat. Demikian pula kelompok yang ketiga, lebih merepotkan lagi.
Menunda-nunda atau mempersulit layanan juga dapat disebabkan oleh peraturan itu sendiri sehingga berujung pada prosedur kerja yang tidak efisien, khususnya bagi layanan langsung kepada masyarakat. Banyak meja yang harus dilalui sehingga banyak tangan yang memegang, juga persyaratan layanan yang kadang-kadang tidak ada relevansinya dengan layanan yang akan diberikan.
Mengarahkan pengguna layanan untuk atau bermotif  memberi gratifikasi
Ini level kedua dan  sudah jelas moral hasrat. Sebagian Aparatur SIpil merasa di atas angin dan merasa berwenang sehingga mereka menggunakan posisinya untuk mencari keuntungan sesaat. Sebenarnya tindakan itu bukan keuntungan, tetapi kebuntungan. Mereka tidak sadar bahwa mereka berada di situ sudah diberi gaji atau penghasilan. Ada yang beralasan gaji kecil !. Jawabannya simple,”Siapa suruh jadi pegawai negeri !”.
Bahkan ada survey yang mengatakan bahwa gaji tinggi tidak berkorelasi lurus dengan perilaku korupsi dan tindakan menyimpang lainnya dari aparat itu.
Coba ingat diingat lagi kata Kadis Pendidikan Probolingga menyoal Tunjangan Sertifikasi dan juga komentar Waketum PGRI beberapa waktu yang lalu.  Masih ada hakim yang mendapat tunjangan hakim dan tunjangan wilayah tugas yang cukup besar tetapi ada yang selingkuh.  Demikian pula aparat Kepolisian dan Kejaksaan banyak yang terjerat kasus narkoba dan kasus lainnya, yang seharusnya menjadi penegak hukum dan aparat-aparat lainnya yang berperilaku tidak pantas bahkan melanggar hukum.
Lebih cocok untuk menggambarkan fenomena ini adalah perumpamaan lama:”Sekalipun air di lautan habis diminum ia akan tetap merasa kehausan”.
Menyalahgunakan kekuasaan
Ini adalah level ketiga dari perilaku tidak elok dari aparat. Pada level kedua yang bersangkutan masih bisa kompromi dengan pengguna layanan. Pada level ini dia sudah tidak mau kompromi. Seluruh layanan diukur dengan standar gratifikasi bahkan pemerasan kepada pengguna layanan.
Aparat seperti ini tidak sungkan-sungkan menjerumuskan pengguna layanan agar tindakannya itu berbalik menjadi penyuapan atau paling tidak menjadi kasus pencemaran nama baik sehingga pengguna layanan menjadi korban, padahal sesungguhnya dia yang memeras.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari ...

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

        Kamis,   25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan   waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga. Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya. Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Prod...

Menunda Kesenangan

  Mengutip pernyataan Tung Desem Waringin (motivator, penulis buku Financial Revolution dan buku Life Revolution), terkadang ada orang yang kaya -biasa orang kaya baru atau OKB- tapi tidak tahu cara mengelola keuangannya agar terus bertambah. Bagaimana kah caranya agar kekayaan Anda terus bertambah?. Berikut cara bagaimana mengolah aset dengan benar agar makin kaya menurut Tung Desem : 1. Menunda bersenang-senang Jika ingin kaya, Anda harus dapat mampu menunda kepuasan. Fokus pada hal yang akan datang, dan berpikir dua kali sebelum membeli. Menurut 8 investor dari 10 investor kaya, mengeluarkan uang untuk kebutuhan saat ini tidak seberapa penting jika dibandingkan dengan melakukan investasi tujuan jangka panjang. Jangan sampai demi memenuhi kepuasan, mengeluarkan uang lalu menabung kemudian. Sisihkan pendapatan Anda untuk ditabung lebih dulu, sisanya baru dibelanjakan. Pola pikir demi tujuan jangka panjang dan menunda kepuasan dapat dilatih agar dapat digunakan untuk investasi ke...