Para Ekonom Islam
meyakini bahwa Al Quran (Surat Ar-Rum: 39 – 41) adalah konsep dasar sekaligus
hukum ekonomi Islam, yaitu:
Hukum Ekonomi I : Riba yang dianggap
menambah sesungguhnya tidak dan yang menambah adalah sadaqah
Hukum Ekonomi II
: Allah,
Tuhan-lah yang menciptakan, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan manusia
dan dilarang mensekutukan-Nya dengan apapun.
Hukum Ekonomi III
: Kerusakan
di darat dan di laut adalah akibat dari perbuatan manusia.
Adapun empat tahap
pelarangan riba adalah:
Tahap I: Mematahkan
paradigma umat bahwa riba bisa melipatgandakan harta.
“Sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak
bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya)” (QS. Ar-Rum: 39).
Tahap II: Pemberitahuan
bahwa riba juga diharamkan bagi umat terdahulu.
“Karena kezaliman
orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang
(dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari
jalan Allah. Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah
dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang
pedih” (QS.
An-Nisa : 160-161).
Tahap III: Gambaran
bahwa riba akan membuahkan kezaliman yang berlipat ganda.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan”(QS. Ali Imran :130).
Jika tidak mentaati
maka cepat atau lambat akan mendapatkan lawan dari keberuntungan.
Tahap IV: Pengharaman
segala macam dan bentuk riba.
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) bila kamu orang yang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Tetapi jika kamu
bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim
(merugikan) dan tidak pula dizalimi (dirugikan)” (QS. Al-Baqarah :
278-279).
Nabi memperjelas :
Dari Abdullah bin Masud
RA dari Nabi bersabda: “Riba itu terdiri dari 73 pintu. Pintu yang paling
ringan seperti seorang laki-laki menikahi/menzinai ibunya sendiri” (HR. Ibnu
Majah, Al-Hakim, Al Baihaqi dan Syaikh Al Albani menilai shahih).
“Apabila telah marak
perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri
tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah” (HR. Al
Hakim, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi).
Tambahan penjelasan :
“Semua kitab suci yang
asli wahyu dari Tuhan (belum diubah tangan manusia) mengharamkan riba” (Dr.
Dzakir Naik).
Riba berbeda dengan
jual beli:
Hutang beras 1 kg
kembali 1 kg, hutang Rp 100rb kembali Rp 100rb, dan tukar menukar barang/uang
harus bernilai sama dan real
time. Jika dipersyaratkan sehingga menjadi bertambah, maka tambahan
itu riba. Alasan sukarela tidak dapat mengubah hukum riba.
Ketua Bidang Edukasi
dan Literasi Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Koko T Rachmadi
mengatakan, apabila ketika masa panen terjadi musibah seperti sawah yang
dikelola oleh petani terkena kena hama dan banjir, sedangkan, nelayan yang
melaut tidak mendapatkan ikan karena terjadi badai maka, mereka tidak usah
khawatir karena kewajiban mereka adalah bagi hasil. “Kalau tidak ada hasilnya,
apa yang mau dibagi. Di syariah utang boleh saja, tapi kalau utang Rp 50 juta
harus kembali Rp 50 juta juga,” ujar Koko kepada Republika,
Kamis (3/11).
“Suatu akad/transaksi
pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya
menurut ukuran syari’at, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau
salah satunya.” (Muhammad Asy Syirbiniy, Mughnil Muhtaj, 6/309) dan “Penambahan
pada barang dagangan/komoditi tertentu.” (Ibnu Qudamah , Al Mughni, 7/492); https://pengusahamuslim.com/5916-murabahah-bank-syariah-100-persen-riba.html
Contoh sikap tidak
setuju dengan riba :
Jika terpaksa harus
meggunakan rekening konvensional, mintakan ke pihak terkait agar bunganya tidak
dikredit ke rekening anda. Jika sudah minta tetapi tetap dikreditkan, maka
keluarkan bunga itu untuk kepentingan umum, demikian pula untuk akad permodalan
(DR. Erwandi Tarmidzi); https://pengusahamuslim.com/4744-pinjaman-bank-bukan-uang-haram.html
Contoh transaksi bagi
hasil vs riba:
Anda diberi modal si X
Rp 20 juta dg bunga 10% . Jika bisnis macet, maka Anda harus
mengembalikan Rp 22 juta. Jika dengan skema bagi hasil (misalnya) 70%
untuk Anda dan 30% untuk si X maka kewajiban Anda tetap Rp 20 juta (pokok
modal).
Sebaliknya, jika untung
Rp 2 juta dengan skema bagi hasil Anda hanya mengembalikan Rp 20,6 juta kepada
si X dan Rp 1,4 juta menjadi hak Anda. Namun, dengan skema bunga maka Anda akan
gigit jari (Rp 2 juta habis untuk bayar bunga).
Zakat merupakan salah
satu pilar utama sumber dana untuk pemberdayaan umat. “Dalam konsep bahasa
Urdu, konsep zakat jauh lebih sempurnan dari sistem APBN” (DR. Syafie Antonio,
Direktur Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia Bogor).
Membentuk kesadaran bahaya riba adalah perjuangan dakwah, kadang bahkan kita sering terjebak dengan orang yang berkarakter "Straw man fallacy" yaitu pola pikir sesat yang salah memahami argumen lawan kemudian menyerang lawan diskusi dengan argumen yang seakan itu alasan/pandangan lawan diskusi.
Membentuk kesadaran bahaya riba adalah perjuangan dakwah, kadang bahkan kita sering terjebak dengan orang yang berkarakter "Straw man fallacy" yaitu pola pikir sesat yang salah memahami argumen lawan kemudian menyerang lawan diskusi dengan argumen yang seakan itu alasan/pandangan lawan diskusi.
Contoh sikap "Straw man fallacy" :
Saya: Jasa penukaran
uang lebaran adalah riba.
Fulan: Sorry bro, kamu
punya rekening bank ? Jangan munafik ngomongin riba, kalau kamu pakai rekening
bank konvensional.
Saya: Heran saya,
perasaan saya ngomong masalah akad transaksi tukar-menukar uang. Kenapa lari ke
rekening bank ?
Komentar
Posting Komentar