Langsung ke konten utama

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

 

     Kamis,  25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan  waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga.

Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya.

Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Produksi dulu baru cari pasar, kalau cari pasar dulu nanti nggak produksi-produksi!”. Meski saya kurang sependapat, saya mencoba memahaminya, karena dia pemain asli bukan pemain cadangan maupun pemain transfer. Kalau saya ngertinya cuma teori.

Yang saya pahami, dan belum lama saya menyimak video Si Bossman Sontoloyo (pemilik Platform Equity Crowdfunding pertama berizin OJK, founder Rumah Yatim, mantan diplomat/stafsus Menhan RI era Jenderal (purn) Riyamizard Riyakudu), langkah pertama jikalau akan merintis usaha harus melakukan riset pasar dulu untuk mengetahui kebutuhan pasar sehingga ke depan punya segmen pasar, baru membuat produk untuk dilempar ke pasar.

Cerita kawan lama cukup sampai di situ dulu, karena mau lanjut sharing obrolan dengan Si Mas-mas yang gigih dan ulet penjaga warung tempat saya mampir di perjalanan menuju hotel Sindoro Cilacap.  

Karena belum makan, di perjalanan menuju hotel Sindoro saya mampir di warung kaki lima gerobag bertenda sederhana atau orang biasa menyebutnya “warung kucing” di daerah Tanjungsari (kurang lebih pertengahan antara terminal bus dengan Alun-alun Cilacap). Cukup kreatif cara meletakkan gelas-gelasnya sehingga nampak seperti pajangan/hiasan dengan digantung memakai pengait di atas hamparan aneka makanan khas warung kucing. Jadi kalau diterpa sinar lampu malam bisa nampak berkilat-kilat. Setelah memarkir motor saya pun duduk, saya memesan minuman favorit Jasu (jahe dicampur susu putih kaleng) sambil menikmati aneka makanan yang tersaji.

Selama menikmati hidangan ala warung kucing, saya (S) mencoba membuka dialog lebih intens dengan Si Mas-mas penjaga warung (PW).

S

: Sudah lama jualannya Mas?

PW

: Belum Pak, baru beberapa bulan

S

: Sebelumnya kerja di mana?

PW

: di Jogja, Pak

S

: Pernah kuliah di sana ya?

PW

: Pernah Pak

S

: Jurusan apa?

PW

: Diploma III Kepariwisataan, Pak

S

: Lama ya kerja di Jogja?

PW

: Sebentar saja Pak. Dafam hotel & warmindo, sebelumnya di Java mall Semarang. Terakhir di Dafam hotel Cilacap bagian entertainment sambil membuka sablon di rumah

S

: Apa warmindo?

PW

: Warung Mie Indonesia, Pak

S

: Kok tidak diteruskan kerja di hotel?

PW

: Monoton Pak, pengin kegiatan yang lain

S

: Sudah berkeluarga ya Mas?

PW

: Sudah Pak, anak yang paling besar kelas 2 SMP (kelas 8)

          Di sela obrolan ada telepon masuk, kata Si Mas-mas panggilan dari ibunya. Saya pun bergegas membayar dan pamit, lalu meluncur ke hotel Sindoro sambil menikmati keindahan malam ciptaan Tuhan yang dihiasi lampu-lampu yang  bersinar temeram.

Semoga Si Mas-mas tetap sabar, tegar & semangat mencari nafkah demi keluarga, meski harus berganti-ganti profesi juga lokasi. Meski dalam pandangan umum, idealnya dengan level pendidikan diploma III bisa lebih mendapatkan pekerjaan yang lebih mapan.

Namun kita tetap harus meyakini bahwa rezeki sudah ditaker dan dipastikan tidak akan ketuker, sambil tetap berdo'a dan berikhtiar maksimal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari ...

Carica

  Selasa, 28 Mei 20 24 sepulang cuti, seperti biasa melakoni masuk kerja setelah semalaman (12 jam) menyusuri jalan dari terminal Banjarnegara dan turun di RS Hermina Sukabumi (masih 5 km menuju lokasi tinggal). Tidak kelupaan membawa buah tangan minuman khas kabupaten Banjarnegara, Carica. Saya tidak akan membahas Carica, sebab di- gooling pasti bertebaran yang membahasnya. Mungkin sedikit saja, Carica adalah buah se- family dengan buah Pepaya namun ukurannya secara umum lebih kecil. Ia bagus tumbuh di dataran tinggi, sehingga masyarakat di kecamatan Batur kabupaten Banjarnegara banyak yang membudidayakannya, disamping sayur-mayuran, termasuk komoditas Kentang. Usai Carica dibagikan anak-anak SMK yang sedang PKL, ada satu rekan kerja yang mendekat kemeja saja. Yang bersangkutan (R) menyampaikan: “Terima kasih, ya Pak”. “Sama-sama”, saut Saya (S). Ternyata tidak sampai di situ, rupanya yang bersangkutan ingin remembering atau bernostalgia. Berikut cuplikan singkatnya: R  ...