(https://assets.jalantikus.com/assets/cache/1380/600/tips/2015/10/06/banner-kid.jpeg) |
Saat
Kurikulum 2013 diberlakukan anak ke-2 Penulis baru masuk SLTA/SMA di kota
Palembang. Kata gurunya waktu itu bahwa dalam Kurikulum 2013
siswa siswi harus melek teknologi dan bisa mengakses internet
melalui Gadget, Warnet maupun peralatan elektronik/telekomunikasi lain yang ada
fasilitas internet. Pembaca bisa menebak selanjutnya, ia minta dibelikan HP.
Alhamdulillah ada rezeki tetapi dengan syarat penggunaannya.
Melalui
internet semua informasi bisa diakses dengan mudah bahkan real time.
Dan kita pasti sudah tahu kalau Mbah Google, Aki Yahoo dan mesin pencari
informasi lain yang akan menjadi teman kesehariannya.
Tidak
salah kalau ada guru yang mempunyai persepsi atau pemahaman demikian. Akan
tetapi, kalau tanggung jawab transfer of knowledge lebih dari
25 % diserahkan kepada Mbah Google, Aki Yahoo dan mesin pencari informasi lain
maka ini termasuk kategori tidak proporsioanal. Bahkan dapat dikatakan telah
melalaikan tugas sebagai pendidik dan jauh dari performa guru ‘digugu dan
ditiru’.
Seorang
Bapak yang berprofesi buruh bangunan mengutarakan uneg-uneg-nya
dalam sebuah Talk Show bertajuk Indonesia ‘Pengakses Situs Porno
Terbesar’ di Jak TV pada tanggal 22 April 2017: “Gimana ni ya Pak saya sudah
capek kerja seharian tapi karena anak saya ndak punya HP terpaksa nungguin di
Warnet kadang-kadang sampai jam 12 malam untuk ngerjakan tugas sekolah, katanya
harus pakai internet. Akhirnya karena kurang dana ya saya belikan bekas
200ribuan ?”.
Dalam
acara tersebut ada Gatot Dewa Broto (pengamat telematika) dan Zoya
(Sexolog) dan Devi Rahmawati (Pengamat Sosial) dan oleh host diserahkan kepada Devi untuk menanggapinya. Tanggapan Devi: “Inilah butuh komitmen
bersama, sebenarnya kalau literatur atau buku sekolah diberdayakan sudah cukup
jadi murid tidak perlu mencari atau mengandalkan informasi lain. Bukan tidak
boleh tetapi internet itu hanya sebagai penambah saja, jadi bukan yang utama
!”.
Yang
penulis pahami dari tanggapan Devi Rahmawati, ia ingin mengatakan bahwa sebenarnya
fenomena kegamangan dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi pun juga
melanda sebagian para pendidik dan salah satu fenomenanya seperti yang diutarakan
oleh pemirsa Jak TV tersebut di atas, termasuk selfie yang menjadi budaya di kalangan pendidik dan pelajar dan
mahasiswa.
Ini
untuk menjawab pertanyaan: Gadget is My Best Teacher: Really ?.
Mensikapi
fenomena dampak negative perkembangan teknologi informasi terhadap persoalan
sex, dalam kesempatan itu Zoya kurang lebih mengatakan: ”Pendidikan sex itu
penting jadi perlu disampaikan dan diajarkan agar mereka (terutama anak-anak)
tidak salah dalam memahaminya”. Kita sudah lihat banyak korban berjatuhan
gara-gara salah dalam memahami dan mengaplikasi soal sex”. “Kalau salah
memahami dan mengaplikasi ya kejadian seperti yang dialami pasien saya. Sewaktu
konsultasi dia ngomong, saya ekskutif muda punya penghasilan sendiri, I
happy and enjoy dan bayar what wrong ?”, lanjut Zoya.
Andaikan
penulis dalam posisi Zoya, penulis akan
balik bertanya kepada sang pasien: ”Tolong dijawab dengan jujur, apa perbedaan logika
antara pertanyaan anda dengan statemen: saya senang mabuk bahkan hobby berjudi, toh itu uang saya bukan
hasil korupsi tidak merugikan orang lain bahkan anak isteri sudah saya cukupi
?”.
Kita
sudah banyak menyaksikan korban berjatuhan akibat kesalahan di dalam memahami
dan mengaplikasi masalah sex. Dan kejadian itu menjadi lebih menyedihkan serta
menyakitkan bagi korban juga keluarga, karena menanggung malu disebabkan ‘habis manis sepah
dibuang’ sebab si pelaku tidak mau bertanggung jawab. Pun apabila Si pelaku
bertanggung jawab perasaan malu akan tetap masih ada, entah sampai kapan.
Selanjutnya,
dalam closing statement Gatot Dewa
Broto mengingatkan dan mengajak kepada semua pihak untuk lebih mempunyai
kepedulian terhadap masa depan anak-anak yang artinya masa depan bangsa
Indonesia. Informasi yang sangat gampang diakses oleh anak-anak kita perlu
diarahkan dan diawasi oleh orang tua agar informasi yang diakses benar-benar
merupan informasi yang berkonten positif. “Sebagai orang tua jangan terlalu
pede atau meyakini bahwa situs-situs yang diakses oleh ana-anak kita adalah
selalu situs positip”, tambah Devi Rahmawati.
Di
dalam sebuah artikel, dr. Wahyu Triasmara menjelaskan bahwa perkembangan tekhnologi gadget yang begitu gencar dan masif saat ini ternyata sudah disadari dampak negatifnya oleh Steve Jobs sendiri.
Secara komersial dia memang menginginkan semua orang memiliki gadget
ciptaannya. Namun di sisi lain justru Steve Jobs tak ingin anak-anaknya
menggunakan gadget yang ia ciptakan dirumah mereka sendiri.
Jangan membayangkan bahwa
rumah Steve Jobs akan dipenuhi dengan peralatan canggih buatan Apple. Tapi sebaliknya bahkan di kamar anak Steve Jobs sendiri tak ditemukan perangkat elektronik canggih yang bisa
digunakan oleh anak mereka. Alasan Steve Jobs cukup sederhana, karena dia tidak
ingin kehilangan waktu bermain bersama anak mereka. ketika anak sudah asyik
bermain gadget dia khawatir anak mereka tidak lagi peduli dengan lingkungan dan
sesama. Steve Jobs juga khawatir anak-anaknya kehilangan masa kecil mereka.
Tidak hanya Jobs yang
membatasi penggunaan gadget pada anak-anak mereka. Beberapa insinyur dan
eksekutif bahkan ada Chief Executive Officer
dari Apple, eBay, Google, Hewlett-Packard dan Yahoo pun mengikuti langkah Jobs dengan
mengirim anak-anak mereka ke sekolah dasar Waldorf di Los Altos, California., di
mana di sekolahan tersebut anda tidak akan menemukan satu komputer atau layar
apapun di sana.
Mereka para eksekutif
perusahaan internet dan teknologi terbesar itu memiliki kekuatiran dan berpikir
bahwa teknologi dapat mengganggu kreativitas dan perkembangan otak anak. Menurut
mereka seharusnya anak-anak di usia itu sedang semangat-semangatnya belajar
melalui praktek langsung dengan tangan, berinteraksi sosial antar manusia-ke-manusia.
Sama dengan sekolah pada
umumnya, siswa-siswa di sekolah dasar Waldorf
juga mendapatkan pelajaran matematika, menggambar dan keterampilan pemecahan
masalah hingga kursus merajut. Mereka tidak diperkenankan memecahkan masalah
melalui program komputer. Sebaliknya untuk hal-hal kecil seperti cara memotong
kue yang benar pun juga diajarkan dan dipraktekan secara langsung.
Apakah anda cukup terkejut
dengan ini ?, terkejut karena yang terjadi pada anak-anak Steve Jobs sang
penemu Ipad ternyata bertolak belakang dengan anak-anak anda yang hari ini
sedari kecil sudah dibiasakan asyik bermain dengan gadget canggih mereka?.
Apakah kekuatiran anda sama
dengan yang dikuatirkan oleh Steve Jobs?. Mari direnungkan jangan sampai apa
yang dikuatirkan oleh Steve Jobs dan para executive
perusahaan besar teknologi dunia itu justru terjadi pada anak-anak kita di rumah.
Ini untuk menjawab pertanyaan: Gadget is My Best Baby Sister: Really ?.
Mungkin sedikit dapat menjadi bahan renungan buat kita; “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (Qs. Al Israa’:32).
Ini untuk menjawab pertanyaan: Gadget is My Best Baby Sister: Really ?.
Mungkin sedikit dapat menjadi bahan renungan buat kita; “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (Qs. Al Israa’:32).
Komentar
Posting Komentar