Langsung ke konten utama

Teman Ketemu Di Perjalanan

Polisi memang menjadi magnet tersendiri dan bahan obrolan tersendiri baik dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Mengapa demikian ?. Mungkin mereka (profesi polisi) dalam melaksanakan tugas yaitu melakukan penegakkan hukum langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dan pasti yang menjadi sorotan adalah ulah dari beberapa oknum polisi, masih ada yang bertindak menyimpang dan merugikan masyarakat.
Di atas hanya awalan saja, saya akan sedikit cerita tentang obrolan selama dalam perjalanan dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta menuju Banjarnegara, dikenal juga kota Dawet Ayu dengan pemimpin pertamanya Tumenggung Kolopaking.
Agar tidak ngantuk, di dalam mobil travel selama kurang lebih empat jam saya ngobrol dari soal A sampai dengan soal Z dengan seorang penumpang yang duduk di sebelah kiri saya dengan usia mendekati 60 tahun. Bapak itu mengatakan baru kembali dari Maluku untuk urusan bisnis, jadi hanya sama-sama mendarat di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta namun beda pesawat.
Saat saya berbicara dengan pak sopir yang mempermasalahkan seleksi masuk atau penerimaan Bintara dan Taruna TNI/Polisi yang dialami oleh keluarga pak sopir. Rupanya sang Bapak di samping kiri saya itu berusaha meluruskan dengan berkata: ”Pak saya lulusan Akpol 85, sepeserpun saya tidak keluar duit kecuali untuk akomodasi biaya dokumen dan kesana kemari dan waktu itu jual wedus (kambing) dua ekor,”.Saya mencoba menyangkal: ”Itu dulu Pak, masih bersih !”. Bapak itu tetap kekeh: “Tidak Mas, asal kita sungguh-sungguh bisa tetapi kalau kitanya mau, ya namanya mau !”.“Seangkatan saya saat ini ada yang bintang tiga dan sampai saat ini masih kontak,” lanjutnya (saya diberitahu nama polisi jenderal bintang tiga itu). Bahkan bapak itu sempat mengungkapkan rasa kasihan pada nasib yang harus dialami kawan seangkatannya itu.
Bapak itu sengaja mengajukan pensiun dini dari yang seharusnya pensiun pada usia 58 tahun. Beliau nrimo cuma lulusan Akpol sehingga saat pensiun hanya berpangkat Komisaris Polisi dan pernah menjabat Wakil Kepala di salah satu Polres di Sulawesi Selatan dan terakhir menjelang pensiun bapak itu bertugas di Devisi Propam Mabes Polri.
Dalam perjalanan itu sempat saya tanyakan: “Kan sudah pensiun Pak kok masih jalan jauh-jauh kan seusia bapak santai di rumah main sama cucu ?”. “Nanti makan apa Mas,” jawab bapak itu polos.

Kurang lebih satu setengah jam sebelum turun di Wonosobo bapak itu juga menceritakan pengalamannya selama lebih dari dua puluh tahun bertugas di wilayah Sulawesi Selatan. Bapak itu mengatakan: “Mas, selama bertugas saya tidak pernah minta imbalan kepada siapa pun apalagi memaksa. Terus terang saya mau kalau dikasih, tetapi walaupun tidak diberi tip saya tetap melaksanakan tugas dengan baik karena ini tugas”. “Jika ada anak buah saya yang macam-macam dan sulit dibina saya minta atasan agar dia dipindahkan saja ! ” lanjut Bapak itu.
Bapak itu juga mengungkapkan soal budaya setor kepada atasan dengan mengatakan : ”Saya tidak pernah Mas, waktu menjabat kapolsek pekarangannya sangat luas jadi bersama-sama dengan anak buah kita olah dengan ditanami sayur mayur dan buah sehingga saat panen dibagi-bagi termasuk dengan ibu dan teman-teman di mapolres” lanjutnya.
*)Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menyudutkan siapapun atau pihak manapun

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari ...

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

        Kamis,   25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan   waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga. Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya. Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Prod...

Menunda Kesenangan

  Mengutip pernyataan Tung Desem Waringin (motivator, penulis buku Financial Revolution dan buku Life Revolution), terkadang ada orang yang kaya -biasa orang kaya baru atau OKB- tapi tidak tahu cara mengelola keuangannya agar terus bertambah. Bagaimana kah caranya agar kekayaan Anda terus bertambah?. Berikut cara bagaimana mengolah aset dengan benar agar makin kaya menurut Tung Desem : 1. Menunda bersenang-senang Jika ingin kaya, Anda harus dapat mampu menunda kepuasan. Fokus pada hal yang akan datang, dan berpikir dua kali sebelum membeli. Menurut 8 investor dari 10 investor kaya, mengeluarkan uang untuk kebutuhan saat ini tidak seberapa penting jika dibandingkan dengan melakukan investasi tujuan jangka panjang. Jangan sampai demi memenuhi kepuasan, mengeluarkan uang lalu menabung kemudian. Sisihkan pendapatan Anda untuk ditabung lebih dulu, sisanya baru dibelanjakan. Pola pikir demi tujuan jangka panjang dan menunda kepuasan dapat dilatih agar dapat digunakan untuk investasi ke...