Langsung ke konten utama

Reuni Ketemu Kembali


Merindukan teman, sahabat dan saudara adalah hal wajar dan manusiawi, lebih-lebih telah sekian lama dan mungkin berpuluh tahun. Demi untuk mewujudkan impian untuk bertemu teman -kopi darat- beragam acara dan kegiatan pun dibuat dan dikemas. Bahkan untuk mem-follow up-nya dibentuklah bermacam-macam kelompok, group, komunitas ataupun entitas dan satu diantaranya adalah reuni.
Saat ada kabar akan ada reuni seangkatan waktu sekolah, ada sobat yang mengungkapkan pandangannya  melalui sebuah tulisan opini. Singkat kata, menurutnya reuni dengan latar belakang apapun ada manfaat positif maupun dapat menimbulkan dampak negatif. Jadi sobat itu mengakhiri tulisan dengan kalimat “Berangkat tidak, berangkat tidak...”. Nampaknya sobat itu tidak berangkat menghandiri reuni dan itu kata orang-orang zaman now “no problemo” atau “basing-basing bae” kata wong Palembang.
Di dalam reuni dipastikan semua kenangan pada masa yang silam akan muncul saat itu. Bahkan mulai dari rencana reuni digulirkan info-info kenangan bersliweran di genggaman tangan. Yang optimis proaktif menggalang dukungan, yang pesimis skeptis no comment dan yang belum memutuskan ikut reuni tentu wait and see. Dan, ini hanyalah kata orang ! bisa menjadi wahana “cinta lama bersemi kembali”.
Apakah ada yang salah dengan mengenang kejadian masa yang silam ?. Tentu tidak, namun bersyarat. Kenapa repot sekali ya dengan syarat segala ?. Karena kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda bukan waktu yang dulu lagi. Lantas apa bedanya ?. Dulu masih anak-anak ingusan, sekarang sudah punya anak-anak beringus atau dulu masih anak kecil dan kini telah dewasa. Lalu, apa itu masalah ?. Tentu masalah, karena tidak boleh lagi bersikap seperti anak-anak atau kekanak-kanakan, lalu apa nanti kata mereka.
Bagaimana sikap Nabi Muhammad ketika merindukan para sahabat dan saudara-saudara beliau. Dalam satu kesempatan Nabi mengatakan bahwa beliau sangat merindukan umat (saudara-saudara) yang hidup jauh sesudah zaman beliau meski tidak pernah berjumpa. Para sahabat yang hadir pada kesempatan itu pun heran lalu menanyakan kepada beliau: “Bukankah kami ini saudara-saudara Nabi ?”. “Bukan, kalian semua adalah sahabat-sahabat saya”, jawab beliau.
Kerinduan Nabi tersebut tidaklah didasari nostalgia ingin bertemu semata, melainkan ada kekuatiran beliau jikalau umat (saudara-saudara) besok yang hidup jauh sesudah zaman beliau akan menjalani kehidupan yang jauh dari nilai-nilai ketauhidan (Ketuhanan Yang Esa/satu). Beliau juga mencemaskan apabila sikap hedonisme (cinta dunia berlebihan dan mati dengan bekal seadanya) akan hinggap dalam diri mereka, sehingga beliau sangat ingin berjumpa dan jika mungkin menasehatinya.  

Sepasang Burung Merpati terbang tinggi

Hinggap di pohon yang dahannya kering

Silakan kawan dan sobat yang akan reuni

Asalkan menghasilkan hal-hal yang penting.

 

Buah Bengkoang segar sekali

Dibuat bedak wajah jadi tampan rupawan

Dulu saat masih kecil nakal dan banyak aksi

Maka jangan heran kini suka kesemutan.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari ...

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

        Kamis,   25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan   waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga. Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya. Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Prod...

Menunda Kesenangan

  Mengutip pernyataan Tung Desem Waringin (motivator, penulis buku Financial Revolution dan buku Life Revolution), terkadang ada orang yang kaya -biasa orang kaya baru atau OKB- tapi tidak tahu cara mengelola keuangannya agar terus bertambah. Bagaimana kah caranya agar kekayaan Anda terus bertambah?. Berikut cara bagaimana mengolah aset dengan benar agar makin kaya menurut Tung Desem : 1. Menunda bersenang-senang Jika ingin kaya, Anda harus dapat mampu menunda kepuasan. Fokus pada hal yang akan datang, dan berpikir dua kali sebelum membeli. Menurut 8 investor dari 10 investor kaya, mengeluarkan uang untuk kebutuhan saat ini tidak seberapa penting jika dibandingkan dengan melakukan investasi tujuan jangka panjang. Jangan sampai demi memenuhi kepuasan, mengeluarkan uang lalu menabung kemudian. Sisihkan pendapatan Anda untuk ditabung lebih dulu, sisanya baru dibelanjakan. Pola pikir demi tujuan jangka panjang dan menunda kepuasan dapat dilatih agar dapat digunakan untuk investasi ke...