Langsung ke konten utama

Bakar Ikan Toman di Hutan Sambus

 24 Februari 2018, pukul 09.00 pagi hujan masih turun dari sebelum Subuh membasahi Putussibau. Pukul 07.00 pagi hari itu rencana berkumpul di masjid Al Mustawwa Putussibau, bersama dengan teman-teman akan mancing ikan di anak sungai Kapuas yang membelah desa Sambus. Sambus adalah nama sebuah desa di Kecamatan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Permukiman penduduknya kebanyakan di tepian sungai juga dikelilingi pepohonan kayu keras jenis menahun yang nampak menjulang tingg, tepatnya juga berlingkungan hutan.

Hujan belum reda, saya menunggu di teras depan rumah pak Kokon sambil bincang-bincang dengan pak Asep dan menikmati suguhan segelas susu coklat dan camilan kecil. Memang sehari sebelumnya pak Kokon ngajak mancing, yang sebenarnya saya tidak hobby bahkan bisa disebut tidak bisa mancing. “Insyaallah, tapi saya mau nonton orang mancing,” saya jawab sembari tertawa kecil. 

Kira-kira pukul 09.30 hujan sudah mulai reda, meski masih gerimis kecil. Dengan pak Kokon, saya pun berangkat dengan mengendarai sepeda motor masing-masing, sementara pak Asep permisi pulang mengambil peralatan memancing. Pak Asep dan pak Kokon, nampaknya keduanya pemancing ulung, setidaknya dapat dilihat dari peralatan memancing yang telah disiapkan. Beda dengan saya, mau nonton orang mancing, tentu ikut makan kalau dapat ikan.

Rupanya sudah diprediksi, air sungai akan akan pasang mengingat curah hujan yang tinggi saat itu. Nah, jika mancing dalam kondisi air pasang tentu peluang mendapakan ikan sangat kecil, ditambah air anak sungai hutan Sambus sangat keruh kecoklatan. Kata temen-teman: “Ikan tidak bisa lihat umpan pancing”. “Ah, masak iya ?”, dalam pikiran saya.

Mungkin juga   ada pertimbangan lain, mengapa pak Kokon membeli ikan Toman duluan, padahal saat berangkat mancing betul-betul mirip tentara siap tempur. Demikian pula pak Asep dengan peralatan pancingnya. Diperkirakan waktu yang diperlukan sampai lokasi mancing 30 menit, sehingga waktu telah menunjukkan pukul 10.30 WIB saat sampai di  hutan Sambus, artinya tinggal  satu jam 15 menit sudah masuk waktu Dhuhur. Singkat kata, bagaimana cara saat selesai shalat Dhuhur masakan ikan Toman bakar sudah siap santap. Jadi positip kegiatan mancing yang telah direncanakan ditiadakan  dan diganti dengan acara membuat ikan Toman bakar dan mempersiapkan bahan masakan yang lain.

Setelah shalat Dhuhur di mushala desa Sambus masakan ikan Toman bakar pun sudah siap santap. Nasi liwet yang ditanak dengan sumber air di hutan, termasuk daun ubi rebus dan sambal (cabe kecil dipotong kecil-kecil ditambah kecap) menggugah selera, lebih-lebih dari pagi saya sengaja tidak sarapan nasi. Ternyata ikan Toman bakar mak nyuss !.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perang Itu Belum Berakhir

  Salah satu untuk mengalihkan perhatian terhadap peradaban Islam adalah perang Salib. Dalam sejarahnya, perang Salib pernah terjadi di antara sesama mereka dan juga menyasar kaum Yahudi. Kejadian Perang Salib Kataris pernah dijadikan legitimasi atas pembantaian di antara sesama Kristen, bahkan dalam perkembangannya berakhir menjadi kepentingan politik. Perang konvensional adalah menumpahkan darah sesama makhluk ciptaan Tuhan. Tidak hanya kepada makhluk yang bernama manusia, makhluk yang pun bisa kena imbasnya. Perang adalah pilihan jalan terakhir, apabila semua jalan menempuh damai sudah buntu. Ada adab-adab dan prasyarat perang dalam Islam, yaitu: Dilarang membunuh anak-anak, wanita, dan orang tua. Kecuali mereka dengan bukti yang jelas melindungi pasukan lawan dan melakukan perlawanan dan dilarang dibunuh jika sudah menyerah, termasukan pasukan yang telah menyerah. Dilarang membunuh hewan, merusak tanaman dan merusak habitatnya. D ilarang merusak fasilitas umum dan tempat ibadah da

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari jenis kecedasan itu memp

20 Meter Tidak Lebih Jauh dari 20 Km

  “Setiap hari sanggup menempuh jarak 20 km, bahkan 60 km lebih, namun masjid yang hanya berjarak 20 m tidak sanggup mendatangi setiap waktu panggilan shalat berkumandang…”.   Ungkapan tersebut disampaikan H . Tatto Suwarto Pamuji (69 Tahun - mantan Bupati Cilacap  empat tahun dan dua periode jabatan)  mengawali ceramah Subuh, Jumat 22 Maret 2024 di masjid Al Firdaus yang berdekatan dengan Polsek kecamatan Cilacap Utara sisi Selatan lapangan Krida kelurahan Gumilir. Hal tersebut disampaikan kepada para jamaah mengingat shalat wajib berjamaah dan dilaksanakan di masjid khususnya bagi kaum Adam (laki-laki) serta tepat di awal waktu adalah amalan yang sangat utama. Lebih jauh juga dijelaskan, kesuksesan seseorang sangat berkaitan dengan kualitas yang bersangkutan di dalam mengerjakan ibadah shalat. Apabila ibadah shalat dilaksanakan secara berkualitas dengan tidak asal  menggugurkan kewajiban sebagai seorang muslim, maka kesuksesan dalam kehidupan akan selalu bersamanya. Sehingga segera t