Langsung ke konten utama

Posisi Penting Pemerintah Desa

Sejak Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa disahkan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014, desa mempunyai kedudukan, susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan kemandirian dalam pengembangan dan pembangunan yang kuat.
Dapat disimak dari undang-undang itu bahwa susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan Desa di-design mirip atau menyerupai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah/kota/provinsi/pusat. Tak terkecuali untuk Desa Adat yang dalam skala nasional ada yang disebut Daerah Khusus dan Daerah Istimewa.
Sangat jelas dalam butir menimbang bahwa Desa dalam kontek perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga dengan undang-undang itu Desa diharapkan menjadi lebih kuat, maju, mandiri dan demokratis.  Ujungnya adalah agar Desa dan masyarakatnya dapat melaksanakan pemerintahan dan lebih mampu berinovasi dalam pembangunan Desa untuk menuju masyarakat Desa yang adil, makmur dan sejahtera.
Desa berbeda dengan Kelurahan. Desa adalah satuan pemerintahan tersendiri sedangkan Kelurahan adalah satuan kerja vertikal instansi pemerintah daerah/kota setempat. Tetapi di tengah-tengah masyarakat awam sudah terbiasa salah kaprah dalam menyebut Pak Kades dan Pak Lurah -keduanya dianggap sama saja-.
Berbicara masalah Desa tidak bisa lepas dari para pengelolanya yaitu aparat Desa. Selain aparat Desa, yang tidak kalah penting fungsinya dalam menjalankan pemerintahan Desa adalah posisi Ketua Rukun Warga (RW) dan ujung ombak terdepan Ketua Rukun Tetangga (RT) beserta jajaran pengurusnya.
Isu sensitive dalam hal ini adalah bagaimana menentukan standar gaji atau penghasilan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa bagi para aparat Desa. Termasuk di dalamnya bagi Ketua Rukun Warga (RW) dan Ketua Rukun Tetangga (RT) beserta jajaran pengurusnya. Hal yang sama bagi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang fungsi dan posisinya tidak jauh berbeda dengan anggota DPRD. Jika permasalahan tersebut sudah ada standar dan kesepahaman dari semua pihak yang berkepentingan maka, maksud dan tujuan dari pembentukan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa akan menemui jalan terang dan mudah diimplementasikan.
Jujur kita katakan dan miris apabila mendengarkan ada Kepala Desa dipenjarakan akibat dari menjual Beras Miskin (Raskin) dan menyunat Bantuan Langsung Tunai (BLT). Demikian pula, masih banyak Desa dimana dalam menjalankan peran sebagai Ketua Rukun Warga (RW) dan Ketua Rukun Tetangga (RT) beserta jajaran pengurusnya hanya bersifat suka rela tanpa insentif apapun dari pemerintah daerah/kota setempat.
Sebagai gambaran, pada waktu penulis sebagai Sekretraris RT, insentif yang diberikan kepada Ketua RT di Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah hanya sebesar Rp 80.000,- per bulan mulai tahun 2006 –perkembangan terkini penulis belum mengikuti. Para Ketua RT beragam pandangan di dalam mensikapi besaran insentif yang hanya diberikan kepada ketua. Ada Ketua RT merasa malu sendiri dengan warga bila diterima -masuk kantong-  sehingga ada yang menerima  namun langsung dimasukkan ke Kas RT.
(
Berbeda dengan Lurah dan seluruh stafnya. Karena Kelurahan merupakan satuan kerja vertikal instansi pemerintah daerah/kota maka, mereka berstatus sebagai Pegawai Negeri. Sehingga dalam menjalankan tugas, fungsi  dan operasionalnya telah disediakan anggarannya pada APBD pemerintahan daerah/kota setempat dan tata kelolanya telah diatur dengan jelas.
Sebagai pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa aparat Desa akan bertambah tugasnya yaitu merencanakan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Yang menjadi pertanyaan, apakah mereka telah siap dan mendapatkan bekal untuk hal itu ?
Menghadap Bupati Kabupaten Kapuas Hulu
Rektor Universitas Cendrawasih Apolo Safano mengatakan: “Upaya pemerintah mengatasi ketimpangan sosial dengan bantuan Dana Desa saja tidak cukup”. Rendahnya kualitas SDM yang menyebabkan bantuan tersebut kurang maksimal, disana (Papua), begitu dapat dana kampung dari pemerintah, pejabat kampung langsung pergi. Alasannya pergi ke kota untuk beli keperluan desa, tapi satu tahun tidak balik-balik, sehingga dana itu tidak dapat dirasakan oleh rakyatnya,” (Kuliah Pakar, Ruang Sidang Direktur Pascasarjana UMY, Senin (9/4/2018).
Tentu kita berharap, jangan sampai hal tersebut menular ke desa-desa yang lain di pelosok negeri  sehingga menjadi Nila setitik merusak Susu sebelanga















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masjid Cordoba Saksi Kejayaan dan Kemunduran Islam

  Di atas kubah masjid ada lambang bulan sabit dan bintang, itu adalah lambang kejayaan dan dalam sejarah Islam sehingga masjid memegang peranan penting untuk kemajuan peradaban. Masjid yang pertama kali di bangun nabi Muhammad Saw adalah masjid Quba, kemudian masjid Nabawi. Masjid ini selain sebagai tempat beribadah, juga difungsikan sebagai tempat menuntut ilmu, bermusyawarah dan mengatur strategi perang. Seiring dengan berjalannya waktu, fungsi masjid semakin sangat sentral. Di dalam kompleks masjid di bangun sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan observatorium. Masjid menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi orang daripada tempat lainnya. Orang pergi ke masjid tidak hanya berniat beribadah di dalamnya, tetapi juga menuntut ilmu dan berdiskusi.  “Di era kejayaan Islam, masjid tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja, namun juga sebagai pusat kegiatan intelektualitas,” ungkap J. Pedersen dalam bukunya berjudul  Arabic Book. Senada dengan J. Pedersen,  s...

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

        Kamis,   25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan   waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga. Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya. Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Prod...

Perempatan Monjali

  Waktu sama-sama menunggu lampu tanda Hijau, tepat di depan mobil saya ada mobil Wuling warna putih yang di kaca belakangnya ditempel stiker “Marilah Sholat” sehingga muncul ide mengambil foto. Lokasi antrian kendaraan yang sedang menunggu tanda Hijau lampu lalin adalah di perempatan Monjali atau Monumen Jogja Kembali. Bagi yang tidak asing dengan perempatan itu, akan langsung tahu kalau titik lampu merah di jalan Ringroad Utara Yogyakarta atau kurang lebih 1,5 km sebelum terminal Jombor dari arah timur. Yogyakarta memang mempunyai kekhususan wilayah sehingga disebut daerah istimewa. Bergabungnya dengan NKRI pun berdasarkan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX di tahun 1951 sehingga sebelumnya merupakan wilayah kerajaan yang berdaulat –cikal bakalnya kerajaan Mataram Islam Panembahan Senopati (Danang Sutawijaya) putra Ki Ageng Pemanahan atas persetujuan Pangeran Benawa (putra sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir) https://majumelangkah.blogspot.com/2023/08/kebersahajaan-ki-ageng...