Langsung ke konten utama

Mengapa Dipersulit Kalau Bisa Dipermudah

 

Setelah upacara Hari Pancasila tahun 2023

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara tersebut pada pasal 4 mengamanatkan Kode Etik dan Kode Perilaku bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Maka sudah sepatutnya kode etik dan kode perilaku ASN yang  menjadi menjadi parameter etika dan perilaku bagi para ASN, baik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai ASN, pun menjadi kompas dalam bertindak dan bersikap di kehidupan kesehariannya.

Kode etik dan kode perilaku tersebut mesti ada dan dibangun dengan tujuan agar tetap terjaga martabat dan kehormatan ASN. Sehingga sebagai seorang yang berprofesi sebagai ASN harus memahami nilai-nilai dasar ASN yang dengan jelas dan gamblang telah dijabarkan pada dalam kode etik dan kode perilaku ASN.  

Nilai-nilai dasar yang mesti dimiliki dan dilaksanakan oleh ASN adalah sebagai berikut:

a. Berorientasi pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat, sehingga seorang ASN harus memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat; ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; dan melakukan perbaikan tiada henti.

b. Akuntabel, yaitu bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan, sehingga seorang ASN wajib melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin, dan berintegritas tinggi; menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; dan  tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.

c. Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas, sehingga seorang ASN senantiasa meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah; membantu orang lain belajar; dan melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.

d. Harmonis, yaitu saling peduli dan menghargai perbedaan, sehingga seorang ASN mesti mempunyai karakter: menghargai setiap orang tanpa membedakan latar belakang; suka menolong; dan membangun lingkungan kerja yang kondusif.

e. Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, sehingga seorang ASN wajib: memegang teguh ideologi Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintahan yang sah; menjaga nama baik ASN, instansi, dan negara; dan menjaga rahasia jabatan dan negara.

f. Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan, sehingga seorang ASN harus: cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan; terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas; dan bertindak proaktif.

g. Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis, sehingga seorang ASN selalu: memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi; terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah; dan menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.

Kode etik dan kode perilaku Aparatur Sipil Negara yang dibangun dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara juga mengandung maksud dan tujuan agar para aparatur melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab dan berintegritas tinggi, cermat dan disiplin, melayani dengan sikap hormat, sopan dan tanpa mengharapkan imbalan dari yang dilayani. Dalam kontek ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) pernah menayangkan iklan publik di media dengan tagar sebagai “Abdi Negara dan Pelayan Masyarakat”.

Apakah kode etika dan kode perilaku Aparatur Sipil Negara saat ini sudah dilaksanakan sesuai dengan amanah Undang-undang tersebut terutama ketika memberikan pelayanan publik?, itulah yang menjadi pertanyaan. Pertanyaan selanjutnya, apakah Tunjangan Kinerja ataupun tunjangan sejenis selain penghasilan pokok bulanan yang telah diberikan selama ini memang dapat mendongkrak kinerja mereka?.

Apabila kita simak lebih jauh, masih cukup banyak pengaduan dari masyarakat pengguna layanan publik ke institusi resmi seperti Ombudsmen, unit Kepatuhan Internal kementerian/lembaga dan juga laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kinerja layanan publik ASN. Kita juga dapat menelusuri dan men-tracking keluhan/curhatan masyarakat di media sosial, suara pembaca dan media lain yang mempermasalahkan kualitas pelayanan publik yang kurang maksimal dan kurang memuaskan. Sesungguhnya hal tersebut adalah hikmah bahwa ada ekspektasi yang tinggi dari masyarakat agar birokrasi menjadi bersih dan berwibawa serta melayani.

 Bentuk-bentuk penyimpangan layanan publik

1. Menunda-nunda atau mempersulit layanan

Tidak tepat waktu ketika masuk dan pulang kerja, masuk pulang kerja tepat waktu -ditandai dengan mengisi Daftar Hadir dan Daftar Pulang Kerja- tetapi tidak berada atau sering tidak ada di tempat, berada di tempat tugas atau kerja tetapi tidak fokus melayani adalah benih-benih awal dari menunda-nunda atau mempersulit layanan.

Tidak tepat waktu masuk dan pulang jam kerja karakteristiknya pun berbeda-beda. Kalau tidak tepat masuk dan tidak tepat pulang kerja dengan alasan yang masuk akal dan telah dikomunikasikan dengan pimpinan tentu masih dapat diterima sehingga jelas keberadaannya. Dengan kondisi ini rekan kerja yang lain dapat membantu untuk mem-backup.

Tidak kalah merepotkan pengguna layanan dan juga rekan kerja yang lain adalah kelompok karakteristik kedua atau disebut “Batalyon 705 atau Batalyon 704”. Mereka ada pada daftar hadir tetapi selama atau sebagian besar pada jam kerja hilang atau tidak ada di tempat. Tetapi aneh bin ajaib saat pulang kerja tepat waktu bahkan ada yang belakangan membubuhkan tanda tangan pada daftar hadir atau terakhir menempelkan ibu jari di mesin kehadiran, supaya dikira pulang kerja terakhir. Kelompok yang ketiga adalah menunda-nunda menyelesaikan pekerjaan degan tidak memanfaatkan jam kerja secara maksimal, justru dilaksanakan di luar jam kerja.

Menunda-nunda atau mempersulit layanan juga dapat disebabkan oleh peraturan (termasuk Standar Operasinya) itu sendiri yang berujung pada prosedur kerja yang tidak efisien untuk menunjang layanan langsung kepada masyarakat. Banyak meja yang harus dilalui sehingga banyak tangan yang harus mengambil keputusan, juga persyaratan layanan yang kadang-kadang tidak ada relevansi atau korelasi dengan layanan yang akan diberikan. Ini sangat potensial untuk dijadikan celah tawar menawar aparatur negara dalam melaksanakan tugasnya.

 2. Mengarahkan tindakan yang bermotifkan gratifikasi

Ini level kedua dan sudah jelas sebagai bentuk moral hazard. Sebagian Aparatur Negara merasa di atas angin dan merasa dibutuhkan sehingga menggunakan posisinya untuk mencari keuntungan sesaat. Sebenarnya tindakan itu bukan mencari keuntungan, tetapi menggali kebuntungan diri sendiri bahkan keluarganya.

Mereka belum menyadari bahwa keberadaan mereka dalam melaksanakan tugas telah mendapatkan gaji dari negara sehingga sudah menjadi kewajiban yang bersangkutan melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Kalau pun masih ada yang berpendapat atau beralasan bergaji kecil, jawabannya juga simple: ”Siapa suruh menjadi pegawai negeri!”.

Dari hasil data survey mengatakan bahwa gaji yang tinggi tidak selalu berkorelasi dengan perilaku korup dan tindakan menyimpang lainnya dari aparat itu. Alasannya, dari data yang sama dapat disimpulkan bahwa semakin besar gaji/penghasilan yang didapat maka orientasinya juga bertambah tinggi sehingga gaji berapaun akan selalu mesara kurang.

 3. Menyalahgunakan wewenang/kekuasaan

Ini adalah level ketiga dari perilaku tidak elok. Pada level kedua yang bersangkutan masih bisa kompromi dengan pengguna layanan, sedangkan level ini Si Aparatur sudah tidak mau kompromi. Seluruh layanan diukur dengan standar gratifikasi atau tip bahkan memeras kepada pengguna layanan telah menjadi hal yang lumrah.

Aparat seperti ini tidak lagi sungkan apalagi malu menjerumuskan pihak lain. Motif hanya satu, mencari keuntungan sendiri atau kelompok dan dilakukan serapi mungkin agar tindakannya itu tidak diketahui orang lain. Bahkan tidak jarang mereka melakukan skenario, apabila sewaktu-waktu tindakan itu terkuak maka dapat dibalik menjadi kasus penyuapan kepada petugas, atau paling tidak diri sendiri aman dengan merekayasa agar menjadi kasus pencemaran nama baik. Pihak lain dikorbankan, padahal dia sendiri yang melakukan dalam membuat skandal.

Reformasi birokrasi dan kelembagaan yang selalu didengung-dengungkan harus mempunyai makna. Kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah harus dibuang jauh dan dikubur. Salah satu indikator keberhasilannya adalah layanan yang semakin cepat, tepat, jelas dan terukur sehingga pengguna layanan dengan mudah dapat mengaksesnya dan informasi progress layanan tersebut juga dengan mudah dapat langsung diketahui.

Jangan sampai fenomena ini dibiarkan menggejala sehingga pepatah lama ”walaupun air di lautan habis diminum tetap merasa kehausan” atau “andaikan semua gunung dapat diubah menjadi emas, bintang di langit pun masih ingin dikuasai” disematkan pada aparat dan birokrat negeri ini. Sederhana saja, jika indek korupsi turun maka itu tanda bahwa aparat dan birokrat juga semakin membaik.

 Penutup

Ketiga bentuk penyimpangan birokrasi di atas harus menjadi bahan renungan bagi seluruh aparatur negara, maka di sini pelaksanaan  kode etik dan kode perilaku yang konsisten menjadi hal yang sangat penting untuk dilaksanakan. Kita sudah paham bahwa budaya paternalistik di lingkungan masyarakat kita masih sangat tinggi. Loyal kepada atasan juga menjadi tuntutan bahkan ada yang melampaui batas norma, maka menjadi sangat urgen adanya contoh nyata yang terus terpelihara (konsisten) dari setiap pimpinan pada semua level adalah suatu keharusan berikut internalisasi budaya anti korupsi, pengendalian korupsi dan pengawasan yang berkesinambungan. Dengan begitu, birokrasi bersih dan berwibawa serta melayani akan menjadi sebuah kebiasaaan di dalam melaksanakan tugas, termasuk dalam memberikan layanan publik.

Sebagai salah satu instansi pemerintah (kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu RI), para pegawai KPPN Sukabumi telah berkomitmen memberikan layanan yang berintegritas. Sehingga Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Kementerian Keuangan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK190/PMK.01/2018 telah menjadi urat nadi di dalam melaksanakan tugas-tugas layanan kepada para stakeholder. Predikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) dari Kemenpan-RB pada tahun 2019 adalah bentuk penghargaan atas komitmen seluruh pegawai pada KPPN Sukabumi dalam memberikan pelayanan yang cepat, akurat dan berintegritas, bebas dari korupsi serta tanpa biaya atas semua bentuk layanan kepada para stakeholder.

Pelayanan yang cepat, akurat dan berintegritas atas pencairan/penyaluran dana APBN yang dialokasikan di tiga wilayah kerja KPPN Sukabumi meliputi kota Sukabumi, kabupaten Sukabumi dan kabupaten Cianjur pada tahun anggaran 2025 mencapai Rp 9.245.491.211.000,- dengan rincian alokasi anggaran belanja K/L sebesar Rp 1.504.301.355.000,- (termasuk Bansos di dalamnya sebesar Rp 1.512.000.000,-) dan alokasi Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 7.741.189.856.000,- merupakan sebuah tugas yang menantang sehingga memerlukan ekstra effort dan dalam bingkai integritas. Adapun realisasi anggaran/penyaluran dananya sampai dengan tepat hari  penyampaian Nota Keuangan RAPBN TA 2026 oleh Presiden Prabowo Subianto di sidang paripurna DPR RI (tanggal 15 Agustus 2025) telah terealisasi sebesar Rp 6.000.452.565.132,- atau 64,90% dari total pagu anggaran (TKD terealisasi 66,73% dan Bansos mencapai 85,91%). 

Kita sangat berharap dari  penyaluran dana tersebut dapat menjadi katalisator atau stimulan pertumbuhan ekonomi di ketiga wilayah kerja KPPN Sukabumi khususnya, dan juga dapat merembes ke wilayah sekitarnya. Terhadap sisa anggaran yang belum terealisasi, sisa waktu tinggal empat bulan pada TA 2025 ini. Semua stakeholder yang terkait agar dapat mengoptimalkan penyerapannya sehingga tidak menumpuk di akhir tahun, dan yang lebih substansi out put dan out come-nya dapat dirasakan oleh semua pihak/masyarakat.(AW).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masjid Cordoba Saksi Kejayaan dan Kemunduran Islam

  Di atas kubah masjid ada lambang bulan sabit dan bintang, itu adalah lambang kejayaan dan dalam sejarah Islam sehingga masjid memegang peranan penting untuk kemajuan peradaban. Masjid yang pertama kali di bangun nabi Muhammad Saw adalah masjid Quba, kemudian masjid Nabawi. Masjid ini selain sebagai tempat beribadah, juga difungsikan sebagai tempat menuntut ilmu, bermusyawarah dan mengatur strategi perang. Seiring dengan berjalannya waktu, fungsi masjid semakin sangat sentral. Di dalam kompleks masjid di bangun sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan observatorium. Masjid menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi orang daripada tempat lainnya. Orang pergi ke masjid tidak hanya berniat beribadah di dalamnya, tetapi juga menuntut ilmu dan berdiskusi.  “Di era kejayaan Islam, masjid tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja, namun juga sebagai pusat kegiatan intelektualitas,” ungkap J. Pedersen dalam bukunya berjudul  Arabic Book. Senada dengan J. Pedersen,  s...

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

        Kamis,   25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan   waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga. Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya. Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Prod...

Perempatan Monjali

  Waktu sama-sama menunggu lampu tanda Hijau, tepat di depan mobil saya ada mobil Wuling warna putih yang di kaca belakangnya ditempel stiker “Marilah Sholat” sehingga muncul ide mengambil foto. Lokasi antrian kendaraan yang sedang menunggu tanda Hijau lampu lalin adalah di perempatan Monjali atau Monumen Jogja Kembali. Bagi yang tidak asing dengan perempatan itu, akan langsung tahu kalau titik lampu merah di jalan Ringroad Utara Yogyakarta atau kurang lebih 1,5 km sebelum terminal Jombor dari arah timur. Yogyakarta memang mempunyai kekhususan wilayah sehingga disebut daerah istimewa. Bergabungnya dengan NKRI pun berdasarkan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX di tahun 1951 sehingga sebelumnya merupakan wilayah kerajaan yang berdaulat –cikal bakalnya kerajaan Mataram Islam Panembahan Senopati (Danang Sutawijaya) putra Ki Ageng Pemanahan atas persetujuan Pangeran Benawa (putra sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir) https://majumelangkah.blogspot.com/2023/08/kebersahajaan-ki-ageng...