Kiprah kemanusiaannya
yang telah ditorehkan Alun Joseph atau Babah Alun yang lebih dikenal dengan
nama Jusuf Hamka bisa dibilang tidak
berbilang. Ia raja
jalan tol/anak angkat ulama besar Buya Hamka memutuskan masuk Islam/mualaf
sejak tahun 1981 dengan dibimbing Buya Hamka. Belum lama anak putrinya Fitria
Yusuf (CEO dari PT Citra
Marga Nusaphala Persada Tbk) mengikuti jejak sang ayah, mualaf di tahun
2020.
Di
dalam sebuah podcast Jusuf Hamka juga mendeklarasikan akan membangun
1000 masjid selama dirinya masih hidup dan apabila belum terwujud
sepeninggalnya Jusuf Hamka akan mewasiatkan kepada anak keturunannya untuk
diteruskan. “Karena apa yang saya miliki lebih dari cukup untuk itu”, pungkas Jusuf
Hamka di podcast tersebut.
Tidak
kalah cetar membahana apa yang telah dilakukan sosok mualaf pada awal
tahun 2000 Dr. Koh Steven Indra Wibowo (ketua Mualaf Center Indonesia) yang
belum lama meninggal (semoga Allah merahmatinya) yang juga sahabat dekat Syaikh
Sudais (Imam Besar Masjidil Haram Makah Al Mukarahmah). Demi tidak terganggu
agenda memberdayakan umat dan kemanusian yang bersangkutan rela meninggalkan pekerjaannya
di perusahaan IT yang bergaji Rp 50 juta lebih, meski pasca keluar dari
perusahaan sempat kerja serabutan. Justru disitulah letak hikmahnya, karena ada
pekerjaan dan rencana besar yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta Al Khaliq.
Bisnis
peternakan ayam pernah gulung tikar pada akhir tahun 2000 rugi lebih dari 1
milyar. Namun peristiwa itu tidak menyurutkan langkah kakinya. Semangat belajar
yang luar biasa disertai dengan keikhlasan dalam menapaki segala rintangan perjuangan
dakwah.
Kisah perjuangan kemanusian pun berlanjut, Dr. Koh Steven Indra Wibowo
(ra) menyumbangkan donasi lebih Rp 34 milyar untuk penanganan pandemi Covid 19
yang lalu di bawah bendera Mualaf Center Indonesia http://mualaf.com/.
Bisnis
kedai kopi COGER dengan racikan kopi berstandar internasional dan dengan tagline
“Minum Sepuasnya Bayar se-Ikhlasnya” yang Koh Steven tinggalkan kini diurus isteri dan
tim yang dulu telah dibentuk Dr. Koh Steven Indra Wibowo (ra), https://kedaicoger.com/.
Satu hal yang patut tiru, pasokan kopi yang diolah untuk disajikan kepada konsumen di kedai kopi COGER adalah kopi hasil budidaya mandiri kerja sama dengan petani kopi yang di semua tahapan prosesnya dipastikan tanpa riba. Hal ini dilakukan agar dari hulu sampai dengan hilirnya dipastikan halal dan toyib.
Di
sebuah kesempatan podcast Dr. Koh Steven Indra Wibowo (ra) menuturkan pada
suatu malam bersama satu teman menyusuri kota Bandung. Sebelum
berangkat ia pinjam uang ke isteri tapi tidak bilang untuk apa, ternyata untuk “booking”
kupu-kupu malam (pelacur).
Saat
ketemu, saya suruh masuk mobil (tempat duduk baris belakang, saya & teman di
baris depan) lalu saya tanya; “Booking dalam semalam dapat/dibayar
berapa Mbak?”. “Rp 600ribu Mas”, jawabnya. “Ok, deal ya 600 ribu semalam?”
lanjut Koh Steven. “Deal, Mas!”, jawab Si Kupu-kupu Malam. “Mbak muslim ya?”, lanjut Koh Steven. “Iya, Mas”, jawab Si
Kupu-kupu Malam (Si Pelacur) dengan wajah nampak heran.
-Dr. Koh Steven Indra Wibowo
(ra) ingin memastikan kalau target Si Kupu-kupu Malam (Si Pelacur) adalah muslimah sehingga nanti tidak muncul tuduhan memaksa masuk Islam dengan cara menjebak-
.
Si
Kupu-kupu Malam (pelacur) akhirnya bersedia beristirahat di komplek Daarud Tauhid dan selanjutnya
akam dibina oleh tim ustad AA Gym agar kembali ke cara hidup yang benar, tidak
menjual diri.
Masih
banyak mualaf-mualaf lain yang luar biasa, seperti: Lee Kang Hyun (mantan Vice
President Samsung Indonesia) kerap disapa Pak Haji yang mualaf tahun 1994, Herman
Halim (boss Maspion Group) mualaf tahun 2004, Djohari Zein (boss JNE) mualaf
tahun 1982, Hermanto Wijaya (boss Jaya Raya Solution) mualaf tahun 2019, Dr.
Yahya Waloni (mantan Rektor ST Theologia Papua) dll. Sebenarnya mereka tidak
mau disebut mualaf tetapi muhtadin (orang yang telah diberi petunjuk).
Terus terang saya merasa
malu dan “iri” bila menyimak semangat yang luar biasa dari para mualaf dalam
memberdayakan umat dan kemanusian. Mereka belum lama mendapatkan hidayah,
sementara hidayah itu sudah disematkan dalam diri saya sejak lahir. Bahkan,
sejak saya berumur 4 bulan di dalam kandungan hidayah itu itu sudah disematkan,
juga kepada semua jabang bayi yang akan lahir di dunia sehingga dikatakan bayi
yang lahir adalah fitrah (Islam), red: https://fud.iain-surakarta.ac.id/akasia/index.php?p=show_detail&id=1203&keywords=).
“Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari ...
Komentar
Posting Komentar