Nurhayati hanya sekian kasus yang menimpa para aparat desa,
khususnya sejak program Dana Desa digulirkan. Setelah melalui perjuangan
panjang dan melelahkan akhirnya Nurhayati (mantan Kaur
Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon) dihentikan
penuntutannya setelah ditetapkan menjadi tersangka oleh Polres Cirebon pada
akhir November 2021 atas petunjuk Kejari Cirebon. Bahkan LPSK sampai memberikan
perlindungan kepadanya karena dianggap wishtleblower sampai dengan
keseluruhan proses sidang selesai pada kasus tersebut.
Merujuk keterangan Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution, apa
yang dilakukan Nurhayati adalah atas dasar rekomendasi -baca: perintah-
dan yang paling substansial dalam kasus ini yang bersangkutan punya itikad baik
yang dibuktikan dengan berinisiatif melaporkan perbuatan yang telah berulang
kali dilakukan oleh Kepala Desa Supriyadi kepada Badan Permusyawaran Desa (BPD) Citemu. Sehingga
menurut Maneger sesuai pasal 51 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), orang
yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan
oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana.
Dasar penetapan Nurhayati menjadi
tersangka adalah diduga melanggar Pasal 66 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Nurhayati disangka memperkaya
Kepala Desa Citemu karena memberikan uang Dana Desa dari APBDes Tahun Anggaran 2018
– 2020 langsung ke Kepala Desa Supriyadi, bukan ke kaur dan kepala seksi
pelaksana kegiatan, sehingga atas perbuatannya tersebut timbul
kerugian negara.
Ada 7 (tujuh) ayat di pasal 66 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dari ketujuh ayat tersebut, ayat ke-2 yang terindikasi kuat menjadi latar belakang
penetapan tersangka kepada Nurhayati karena dianggap melakukan tindakan memperkaya Supriyadi
(mantan Kepala Desa Citemu). Ayat ke-2 pasal 66 tersebut berbunyi: “Pengeluaran
atas beban APB Desa untuk kegiatan yang dilakukan secara swakelola dikeluarkan
oleh Kaur Keuangan kepada Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran atas dasar
DPA dan SPP yang diajukan serta telah disetujui oleh Kepala Desa”.
Para aparat desa sangat memerlukan pembinaan dalam rangka merencanakan,
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
yang sumber utama pendapatannya dari Dana Desa. Terkait dengan pembinaan,
sesungguhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dibawah
supervisi pemerintah provinsi.
Keinginan mereka tentu dapat dimengerti, karena penulis
meyakini para aparat desa mempunyai itikad baik dan tujuan yang sama yaitu
tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaan anggaran desa lebih-lebih berujung atau
berakibat pada masalah hukum di kemudian hari. Lebih dari itu, manfaatnya juga
untuk kemajuan masyarakat pemerintah daerah setempat karena dengan pengelolaan anggaran desa yang optimal diharapkan
dapat menggerus angka kemiskinan yang saat ini masih di level 13 % meski
program Dana Desa sudah lama digulirkan.
Meski institusi Pemerintahan Desa dan Kelurahan tidak menjadi unit yang diprioritaskan mengikuti progran WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) oleh Kemenpan Reformasi Birokrasi RI, namun semangat dan denyut nadi Zona Integritas harus diratifikasi sehingga dapat menjadi upaya preventif agar tidak terjerumus kepada tindakan yang melanggar etika birokrasi dan melanggar hukum, (red: https://djpb.kemenkeu.go.id/kanwil/jateng/id/data-publikasi/berita-terbaru/3160-dukungan-kanwil-djpb-provinsi-jawa-tengah-ke-kppn-cilacap-menuju-wbbm-2021.html ).
Komentar
Posting Komentar