Langsung ke konten utama

Nabi Ibrahim Sadar Ismail Bukan Miliknya

        Keluarga tanpa ada suara tangisan bayi serasa hampa. Suasana kebatinan itu juga pernah dialami oleh Bapak Para Nabi, Nabi Ibrahim as. Mungkin dapat kita bayangkan, setelah sekian lama berpuluh tahun lagi sudah tua renta Nabi Ibrahim as baru mendapatkan momongan. Namun, belum lama berselang kebersamaan dengan sang putra semata wayang, Ismail, saat itu sudah diuji oleh Sang Pemilik agar Si Buah Hati dan Belahan Jantung disembelih.

        Nabi Ibrahim as menyadari bahwa Ismail bukanlah miliknya. Meski demikian, beliau tetap mengkomunikasikannya dengan sang putra Ismail. Tidak berbeda dengan sikap Sang Ayah, Ismail pun dengan penuh keikhlasan mempersilakan sang ayah untuk melaksanakan perintah Sang Khalik. Firman Allah: “…Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar….” [Qs: As-shâffât/37: 99-113].

Umat Nabi Muhammad sampai hari akhir kehidupan dunia dipastikan tidak akan ada yang diperintahkan oleh Sang Khalik  untuk menyembelih anaknya ataupun anggota keluarganya. Umat Nabi Muhammad hanya diminta berqurban hewan ternak untuk meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim as atas penyembelihan putranya, bagi yang mampu. Bahkan Nabi Muhammad memberi peringatan keras  kepada yang mampu namun enggan berqurban untuk tidak mendekati tempat shalat Nabi (shalat Idul Adha).

Ada satu hal yang bisa kita lakukan apabila dengan berbagai sebab dan alasan serta pertimbangan tidak melaksanakan penyembelihan hewan qurban yaitu, hendaklah kita menyembelih sikap dan sifat sombong kita. Di antara sikap sombong adalah merasa paling berkuasa sehingga bertindak seenaknya, merasa paling kaya sehingga merendahkan orang yang kurang berada, dan merasa paling pandai  sehingga meremehkan orang lain. Sikap dan sifat sombong itulah yang menjadikan sebab Iblis ditendang dari surga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari ...

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

        Kamis,   25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan   waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga. Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya. Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Prod...

Carica

  Selasa, 28 Mei 20 24 sepulang cuti, seperti biasa melakoni masuk kerja setelah semalaman (12 jam) menyusuri jalan dari terminal Banjarnegara dan turun di RS Hermina Sukabumi (masih 5 km menuju lokasi tinggal). Tidak kelupaan membawa buah tangan minuman khas kabupaten Banjarnegara, Carica. Saya tidak akan membahas Carica, sebab di- gooling pasti bertebaran yang membahasnya. Mungkin sedikit saja, Carica adalah buah se- family dengan buah Pepaya namun ukurannya secara umum lebih kecil. Ia bagus tumbuh di dataran tinggi, sehingga masyarakat di kecamatan Batur kabupaten Banjarnegara banyak yang membudidayakannya, disamping sayur-mayuran, termasuk komoditas Kentang. Usai Carica dibagikan anak-anak SMK yang sedang PKL, ada satu rekan kerja yang mendekat kemeja saja. Yang bersangkutan (R) menyampaikan: “Terima kasih, ya Pak”. “Sama-sama”, saut Saya (S). Ternyata tidak sampai di situ, rupanya yang bersangkutan ingin remembering atau bernostalgia. Berikut cuplikan singkatnya: R  ...