Pada satu
momen perang Mahabarata, Arjuna bersumpah akan bisa memenggal kepala raja Sindu
Jayadrata yang tak lain adalah adik ipar dari Duryudhono dedengkot pihak Kurawa. Apabila
kepala Jayadrata sampai belum terpisah dari badannya sampai dengan matahari
tenggelam, maka Arjuna bersumpah, ia bersedia dibakar hidup-hidup oleh raja
Sindu Jayadrata.
Sampailah
detik-detik Matahari menjelang beranjak menuju peraduan yang ditandai dengan sinar
merah menyala di ujung langit Sang Surya tenggelam, namun Arjuna belum berhasil
menewaskan raja Sindu Jayadrata. Pasalnya, Sindu Jayadrata disembunyikan pihak
Kurawa.
Kecemasan
mulai merayap di relung jiwa Arjuna, ditambah pihak Kurawa tertawa di atas angin
dan telah menyiapkan kayu bakar untuk membakar Arjuna. Arjuna pun pasrah dan
berkata kepada Kresna: “Basudewa Kresna, apabila memang ini takdir dari kematianku,
aku menerima!”. Dengan tersenyum Kresna menenangkan Arjuna: “Tenanglah Arjuna,
mintalah pertolongan pada yang kuasa agar kebenaran tak kalah dengan
keangkaramurkaan!”.
Lantas Basudewa
Kresna melihat Sang Surya dan pelan perlahan namun pasti senjata andalannya
Cakra Sudarsana bergerak dan menutupi ke arah Matahari tanpa ada yang menyadari
sehingga suasana medan perang nampak dan terasa gelap seperti Matahari sudah
tenggelam. Di lokasi berbeda dari medan perang, raja Sindu Jayadrata meyakini Matahari
sudah tenggelam sehingga ia dan pasukannnya bersiap menuju medan perang untuk
membakar hidup-hidup Arjuna.
Tepat raja
Sindu Jayadrata berhadapan dengan Arjuna di medan perang, suasana kembali
seperti Matahari menjelang tenggelam karena Kresna menarik Cakranya. Raja Sindu
Jayadrata dan pihak Kurawa pun kaget, kecuali Sengkuni. Ia sudah mengetahui
tetapi terlambat memberi tahu Duryudhono. Panah sakti Pasupasastra milik Arjuna
pun melesat tepat sasaran mengenai leher raja Sindu Jayadrata sehingga
terpenggal kepalanya dan panah pun terus melesat membawa kepala Jayadrata ke pangkuan
ayahnya, yang juga menjadi jalan akhir hidup dari ayah Sindu Jayadrata.
Pemuda Al Kahfi Selamat Dari Penguasa Dzolim
“Dan kamu akan
melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan
bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada
dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan
barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang
pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya”, (Qs Al Kahfi/18 ayat 17).
Kuasa Allah diterangkan dalam
ayat tersebut. Pintu gua yang menjadi tempat uzlah para pemuda al kahfi karena
dikejar-kejar penguasa dzolim adalah menghadap ke utara. Di pagi hari matahari terbit
dari arah timur dan di sore hari matahari condong ke barat menyilang pintu gua
itu
sehingga cahaya matahari hanya mengenai langsung pintu gua dari
samping kiri dan kanan.
Dengan kuasa Allah tersebut, para penghuni gua pemuda
al kahfi tidak
terkena sinar matahari meskipun mereka berada di tempat yang luas. Ruangan gua
itu mendapat cahaya matahari yang membias dari mulut gua. Maka ruangan itu
tidaklah gelap dan selalu memperoleh udara yang sejuk. Itulah tanda-tanda
kekuasaan Allah yang diperlihatkan kepada para hamba-Nya yang beriman. Mereka selamat
dari kejaran penguasa dzolim dan tertidur pulas di dalam gua. Mereka baru terbangun kembali sesudah
300 tahun lebih lamanya.
Tanda-tanda kekuasaan Allah tersebut itu hanya dapat dihayati oleh mereka yang diberi taufik oleh Allah swt untuk menerima petunjuk kepada jalan kebenaran seperti pemuda-pemuda penghuni gua itu. Merekalah orang-orang yang memperoleh petunjuk dan dengan tepat memilih jalan kebenaran, sehingga mereka berbahagia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Mereka telah mencapai dan menghayati segala rahmat dan pertolongan Allah swt yang sebelumnya selalu mereka harap-harapkan.
Berbeda halnya dengan mereka ialah orang-orang yang tidak memperoleh petunjuk. Mereka ini adalah orang-orang yang sesat karena salah memilih jalan yang harus ditempuh. Kecondongan kepada nafsu duniawi menyebabkan mereka salah dalam memilih jalan kebenaran. Mereka terjerumus ke dalam kesesatan jalan yang tidak membawa kebahagiaan. Yang mereka sangka kebahagian ternyata semu dan fatamorgana karena dunia akan sirna.
Komentar
Posting Komentar