Layaknya sebuah ritual, menjelang akhir tahun
pada triwulan ke-4 sebagian besar
instansi pemerintah selalu sibuk dengan urusan menghabiskan anggarannya. Pun
sudah terlalu banyak kritikan, ulasan, pembahasan dan penelitian dari para
pakar yang menyoal, mengapa penyerapan anggaran negara selalu menumpuk pada triwulan
ke-4 ?. Sebagai indikasi penumpukkan tagihan kepada negara pada wilayah bayar
KPPN Putussibau, realisasi belanja modal triwulan III baru mencapai 32.2% dan
pada triwulan IV melonjak menjadi 95.9%.
Berbagai peraturan dan langkah-langkah antisipasi pun telah dibuat untuk meminimalisasi
hal itu, namun sampai saat tahun anggaran yang lalu (2017) masih menjadi
‘ritual tahunan’.
Mungkin belum menjadi kesadaran kolektif, bahwa
pada umumnya musim di Indonesia pada triwulan ke-4 adalah musim penghujan yang
sangat potensial menghambat penyelesaian pekerjaan fisik berikut pengaruh
terhadap kualitasnya ?. Para pakar pun telah banyak yang mengkritisi bahwa
multi player effect terhadap pertumbuhan dan sumber daya ekonomi sungguh tidak maksimal
dengan kondisi pelaksanaan seperti itu.
Sebenarnya kondisi itu dapat dikatakan bagaikan
buah simalakama. Jika tidak dilaksanakan -dengan waktu terbatas- maka
penanggung jawab pekerjaan pasti akan dicatat berkinerja buruk . Dan bagi
rekanan pelaksana pun dalam posisi sulit, kalau pekerjaan itu tidak diambil
berarti menyia-nyiakan peluang atau kesempatan, namun pada sisi lain harus
berhadapan dengan realitas musim yang sangat mungkin dapat menghambat proses
penyelesaian pekerjaan sehingga kualitas hasil pekerjaan menjadi taruhannya.
Pendapat penulis, aparatur pemerintahlah yang
menjadi penanggung jawab utama atas hal tersebut yang tanggung jawab utama ada
pada pimpinan satuan kerja yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
yang dibantu oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk
mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja negara.
Selain PA dan KPA yang berfungsi sebagai
“pengawas dan manajer”, pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas PPK di
dalam mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan adalah Unit Layanan
Pengadaan (ULP). ULP adalah unit kerja diluar kendali PPK sehingga lama waktu
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan lelang/tender pekerjaan sampai dapat
ditentukan pemenangnya juga ikut menentukan, kapan pekerjaan akan segera
dimulai ?.
Untuk percepatan, sebenarnya di dalam
Peraturan Pemerintah tersebut juga telah mengatur bahwa proses
pengadaan/pelelangan sudah dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai
setelah rencana kerja dan anggaran disetujui oleh DPR dan penandatanganan
perjanjiannya setelah DIPA (dokumen otorisasi sebagai dasar pengeluaran negara)
disahkan dan berlaku efektif.
Selain itu, beberapa waktu yang lalu di
Istana Presiden Bogor presiden juga telah menginstruksikan untuk percepatan
penyerapan anggaran. Dalam instruksi itu presiden juga memberikan arahan kepada
penegak hukum agar tidak melakukan tindakan hukum selama masih dalam proses
pengadaan/pelelangan sampai dengan pekerjaan diselesaikan meskipun ada
pengaduan dugaan penyimpangan. Apakah dibiarkan?. Tidak. Tetapi nanti menunggu
waktu yang tepat (misalnya: menunggu pekerjaan selesai) dan waktu melaksanakan
penegakkan hukum agar dengan cara yang tidak menimbulkan suasana gaduh.
Ternyata instruksi itu belum mempan.
Memang, kurang lebih lima tahun yang lalu para Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang lalu pernah dihinggapi rasa takut akan dikriminalisasikan
karena keputusan/tindakannya. Bahkan banyak yang menolak ketika ditunjuk untuk
menjadi PPK. Tentu hal ini menjadi faktor penghambat dalam mengeksekusi
penyerapan anggaran khususnya proyek dan bantuan sosial. Satu hal, ini tidak
boleh terjadi lagi.
Sebagai catatan, jika ‘ritual’ ini terus
berlangsung dan tanpa dicarikan solusinya maka ‘ritual’ itu akan tetap
berlangsung pada setiap akhir tahun. Alasan kalau kas negara baru mulai terisi
pada pertengahan tahun tentu tidak dapat dijadikan argumen/alasan pembenar
untuk membiarkan ‘ritual’ itu tetap berlangsung. Justru yang banyak terjadi,
sebagian besar mengatakan proses penunjukkan Pejabat Perbendaharaan di
antaranya KPA dan PPK dan proses pelaksanaan lelang/tender yang memakan waktu
lama. Tetapi tidak ada satu pun KPA/PPK yang mengatakan: “Maaf saya terlambat
menindaklanjutinya”.
Purbaya Yudha Sadewa (Staf Khusus Menteri Koordinator Kemaritiman) saat dalam menjabat Deputi Kantor Staf Kepresidenan dalam sebuah talk show di Bloomberg TV pernah mengatakan,”Penyerapan anggaran (APBN) pada triwulan pertama sangat rendah”. “Justru penyerapan didominasi Belanja Pegawai yang kurang memberi impact kepada pertumbuhan ekonomi”. Idealnya penyerapan anggaran rata-rata 8,3 % per bulan atau 24,5 % dalam triwulan I. Namun seperti yang dikatakan dikatakan Pak Purbaya, sangat rendah karena kurang dari 15%. Apa yang dikatakan Pak Purbaya tidak dapat dilepaskan dari budaya ritual akhir tahun di atas.
Peyebab Penumpukkan Tagihan
Penyebab pertama adalah kelemahan di bidang
perencanaan kegiatan, diantaranya: satuan kerja kurang siap dalam menyusun
rencana anggaran, usulan kegiatan belum lengkap sehingga alokasi anggaran
diblokir, adanya pemindahan lokasi kegiatan sehingga harus dilakukan revisi,
dan reorganisasi dan likuidasi di beberapa kementerian/lembaga sehingga
membutuhkan penyesuaian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Penyebab kedua adalah kelemahan pada
pelaksanaan kegiatan, diantaranya meliputi penunjukan Pejabat Perbendaharaan
yang terlambat, dokumen pendukung tagihan belum lengkap sehingga belum dapat
dilaksanakan pencairan anggaran, pengadaan barang/jasa sudah dilaksanakan namun
pengajuan pembayaran per termin belum dilaksanakan, proses verifikasi dan
penetapan penerima bantuan memerlukan waktu yang cukup lama untuk pos
Belanja Bantuan Sosial dan Bantuan Pemerintah, alokasi anggaran untuk pengadaan
misalnya tanah/lahan, tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan dan proses ini
membutuhkan waktu lama dan ijin multiyears contract banyak yang belum
turun karena kementerian/lembaga belum dapat melengkapi dokumen pendukung yang
dipersyaratkan dan pengajuan register hibah yang ditunda-tunda.
Penyebab ketiga adalah kelemahan di bidang
Pengadaan (procurement). Adanya kehati-hatian dalam melaksanakan proses
pengadaan dan pelaksanaan lelang yang terlambat, transisi regulasi pengadaan
dari Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 ke Peraturan Presiden RI nomor 54
Tahun 2010 ke Perpres No. 70 tahun 2012 ke terakhir Perpres No. 4 tahun 2015
(terakhir No. 16 tahun 2018) , satker mengalami kesulitan dalam menyusun
dokumen pelelangan dan kekurangan petugas yang memiliki sertifikat keahlian
dalam pengadaan barang dan jasa ikut memperlambat proses pelaksanaan anggaran
“budaya ritual akhir tahun”.
DPR telah menyetujui RAPBN tahun anggaran 2018 pada tanggal 23 Oktober 2017 yang lalu. Artinya, pekerjaan di 2018 yang dalam pelaksanaan memerlukan pelelangan sudah dapat dimulai prosesnya pada bulan November 2017, sehingga tidak ada alasan untuk menundanya agar tidak menumpuk di akhir tahun ini.
Sungguh prestasi besar bagi siapapun yang sanggup mengubah budaya ‘ritual’ tahunan itu sehingga penyerapan anggaran dapat terdistribusi normal dari triwulan ke-1 sampai dengan triwulan ke-4, atau paling tidak dari triwulan ke-2 sampai dengan triwulan ke-4. Pun seperti sering diulas oleh para pakar, agar pola pengeluaran anggaran negara dapat mempunyai effect stimulant terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih proporsional. Tidak kalah penting, hal itu untuk menghindari kejar tayang dalam proses penyelesaian pekerjaan yang tentu hasilnya sudah dapat diperkirakan (red: tidak maksimal).
APBN maupun APBD yang sehat khususnya dalam
penyerapannya dapat menciptakan stimulus pertumbuhan ekonomi atau multy player
effect dalam skala nasional maupun daerah. Oleh karena itu, semua pemangku
kepentingan harus bahu-membahu untuk mempercepat penyerapan anggaran khususnya
Belanja Modal, Belanja Sosial Belanja Barang Untuk Diserahkan Kepada
Pemda/Masyarakat yang menghasilkan out put dan out come yang jelas dan terukur sehingga dapat langsung memberi dampak pada pertumbuhan ekonomi.
Disclaimer: isi tulisan adalah pendapat pribadi.
Komentar
Posting Komentar