Satu point arahan Presiden RI Prabowo Subianto dalam sidang
kabinet di Istana Negara, Senin 15 Desember 2025, beliau menyampaikan: “Bila
awal-awal bulan pertama kita tidak melakukan efisiensi penghematan
besar-besaran, sekarang kita tidak punya, ya punya tapi tidak sekuat
sekarang!”. Apa yang disampaikan oleh Presiden pada sidang kabinet
akhir tahun tersebut telah tertuang di dalam Instruksi
Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang
Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Presiden RI juga menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan
penyesuaian alokasi transfer ke daerah tahun anggaran 2025 sehingga menindaklanjuti
instruksi tersebut, Menteri Keuangan RI telah menetapkan
KMK Nomor 29 Tahun 2025 Tentang Penyesuaian Rincian Alokasi Transfer Ke Daerah Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Aggaran 2025 Dalam Rangka Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Aggaran 2025.
Sebagaimana telah diketahui, alokasi awal Belanja
Negara Tahun 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun,
meningkat 8,9 persen dibandingkan APBN 2024. Belanja Negara 2025 dialokasikan untuk Belanja
Pemerintah Pusat sebesar Rp2.701,4 triliun serta Transfer ke Daerah sebesar Rp919,9
triliun. Belanja
Pemerintah Pusat tersebut diarahkan
untuk mendukung program prioritas dibidang pendidikan, kesehatan, perlindungan
sosial, perumahan, dan ketahanan pangan. Program unggulan 2025 meliputi
Makan Bergizi Gratis, Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Renovasi Sekolah, Sekolah
Unggulan Terintegrasi, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah, dan Desa. Adapun
Transfer ke Daerah akan digunakan untuk mendukung akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di seluruh daerah.
Untuk mendukung program prioritas pemerintah, berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan maka, ditempuh kebijakan efisiensi untuk alokasi Transfer ke Daerah
(TKD) tahun 2025 disesuaikan
ditetapkan kisaran Rp848,52
triliun atau turun 7,76% dari
alokasi awal. Bisa jadi kebijakan itu dirasakan berat oleh pemerintah daerah,
namun yang harus dipahami bahwa sesungguhnya program
prioritas pemerintah pusat tersebut lokasi pelaksanaannya berikut penerima
manfaat dari program-program tersebut juga ada di daerah.
Terkait dinamika dengan
penyaluran Tunjangan
Guru Aparatur Sipil Negara
Daerah (ASN) Daerah 2025, mekanisme
baru penyalurannya
dilaksanakan secara langsung ke rekening para guru telah dimulai
bulan Maret 2025. Mekanisme baru
tersebut dimaksudkan untuk
mengurangi proses birokrasi yang terlalu panjang. Selain itu, mekanisme baru tersebut
juga merupakan arahan dan permintaan Presiden RI pada tanggal 13 Maret 2025 di kantor
Kemendikdasmen Jakarta. Sebelumnya pembayaran dilaksanakan oleh
Pemprov/Pemkab/Pemkot yang sumber dananya
dari Transfer
Ke Daerah (TKD) pos alokasi Dana
Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik Bidang Pendidikan. Jadi semula melalui Rekening Kas Umum Daerah
(RKUD) ke rekening
Tenaga
Pendidik/guru,
sejak triwulan I 2025 pembayarannya dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke rekening Tenaga Pendidik/guru.
Dinamika penyaluran
untuk Dana
Transfer Umum (DAU) 2025 kebijakannya dirancang melanjutkan
kebijakan pengalokasian DAU sebelumnya
yang diantaranya
kebijakan holdharmless sampai tahun 2027, memperkuat
penggunaan earmarking DAU, menjaga tingkat pemerataan keuangan daerah, dan meningkatkan kualitas tata kelola earmarking DAU serta melanjutkan kebijakan penyaluran DAU berbasis kinerja sehingga formula penghitungan
alokasi dan data dasar DAU TA 2025 melanjutkan perhitungan DAU TA
2024 sesuai formula
dalam UU 1/2022. Dalam alokasi DAU TA
2025 telah mempertimbangkan kebutuhan daerah terkait pembayaran gaji dan tunjangan
melekat PPPK yang diangkat tahun 2024. Hasil perhitungan alokasi DAU TA 2025 juga dirancang dapat menurunkan indeks Theil sebesar – 37,6 % dari tanpa DAU
sebesar 0,22857 menjadi 0,14257 dengan DAU.
Dan sebagian alokasi DAU
per daerah ditentukan penggunaannya, antara lain untuk penggajian PPPK, pendanaan Kelurahan, dan peningkatan layanan bidang Pendidikan, Kesehatan dan
Pekerjaan Umum.
Untuk penyaluran Dana
Bagi Hasil (bagian dari DAU) tahun 2025, DBH Dana Reboisasi, DBH Cukai Hasil Tembakau dan
DBH Sawit yang merupakan kebijakan earmark
tahun 2025, kebijakannya dirancang dan dialokasikan secara berkeadilan dan berbasis kinerja. Mendorong
pelestarian lingkungan dan perubahan iklim, terdapat DBH earmarked untuk sektor prioritas, sinergi penggunaan dengan memanfaatkan
teknologi informasi, dan juga transparan dan
akuntabilitas pengalokasiannya.
DBH Dana Reboisasi
paling tinggi 30% untuk kegiatan strategis lainnya, yaitu: penguatan perekonomian daerah dalam rangka mendukung Integrated
Area Development, bantuan perlindungan sosial bagi kelompok tani dan/atau pekerja sektor kehutanan dalam
rangka jaminan sosial ketenagakerjaan, pemberian insentif
atas kinerja pengelolaan lingkungan hidup
dan kehutanan, pengelolaan
kebersihan dalam
rangka pelestarian hutan, pengelolaan jalan
sekitar Kawasan dan dukungan pencapaian
FOLU Net Sink 2030 (program
strategis pemerintah Indonesia untuk memastikan sektor Kehutanan dan Penggunaan
Lahan (Forestry and Other Land Uses/FOLU)
menyerap lebih banyak emisi karbon daripada yang dihasilkan pada tahun 2030,
sebagai pilar utama mitigasi perubahan iklim nasional menuju target net-zero emission 2060).
DBH CHT digunakan untuk
bidang kesehatan,
kesejahteraan masyarakat,
dan penegakan hukum, penerima manfaat termasuk petani tembakau dan buruh tani tembakau, petani cengkeh dan
buruh tani cengkeh, fleksibilitas
penggunaan, opsi pengalihan
anggaran, dan penambahan menu kegiatan. Sedangkan DBH Sawit
dapat digunakan fokus pada infrastruktur jalan dan jembatan, mendorong pengelolaan
kelapa sawit berkelanjutan, rencana Aksi Daerah
Kelapa Sawit Berkelanjutan, sertifikasi ISPO
pekebun, rehab hutan dan
lahan dan terdapat nilai alokasi minimum per daerah.
Dana Tambahan DBH Migas Otsus Aceh dapat dimanfaatkan untuk Belanja Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya (30%) dan pembangunan yang disepakati Bersama
antara Pemerintah Aceh dan pemerintah
kabupaten/kota (70%).
Sedangkan, Dana Tambahan DBH Migas Otsus Papua dapat dimanfaatkan untuk Belanja Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya (35%), Belanja Kesehatan dan Perbaikan Gizi
Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya (25%), Belanja Infrastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya (30%), dan Belanja Bantuan Pemberdayaan Masyarakat Adat Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya (10%).
Terkait dinamika penyaluran Dana Desa, sebelum terbit Surat Edaran Bersama
(SEB) pada 4 Desember 2025 di Jakarta berlangsung Press Release Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal bersama Wakil Menteri Desa
dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Menteri
Keuangan yang
diwakili oleh Dirjen Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Dirjen
Bina Pemerintahan Desa dan Dirjen Perimbangan Keuangan bersama para Ketua Asosiasi,
Asosiasi Pemerintah Desa Merah Putih, Persatuan Perangkat Desa Seluruh
Indonesia, Asosiasi
PAPDESI, APDESI MERAH PUTIH, AKSI, PPDI dan PABPDSI terkait koordinasi perumusan
kebijakan Desa dan implementasinya dalam melengkapi terbitnya PMK Nomor 81 tahun
2025.
Point-point penting pada Press Release tersebut menyangkut pembayaran untuk kegiatan-kegiatan yang bersumber dari Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya atau Non earmarked adalah:
- Menggunakan Sisa Dana Desa yang ditentukan penggunaannya (Earmarked) untuk membayar kegiatan Non earmarked yang belum terbayarkan.
- Menggunakan Dana Penyertaan Modal Desa ke lembaga- lembaga ekonomi yang belum disalurkan dan/atau belum digunakan termasuk Penyertaan Modal ke BUM Desa/BUM Desa bersama untuk ketahanan pangan.
- Menggunakan sisa anggaran/penghematan anggaran tahun berjalan (tahun 2025) termasuk yang bersumber dari pendapatan selain Dana Desa dan/atau menunda kegiatan yang belum dilaksanakan.
- Memanfaatkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2025.
- Jika langkah 1-4 masih belum mencukupi, maka selisih kekurangan dicatat sebagai kewajiban yang belum dibayarkan untuk dianggarkan dan dibayarkan di Tahun Anggaran 2026 yang bersumber dari pendapatan selain Dana Desa.
Dalam rangka mempermudah implementasikan atas lima kebijakan solutif tersebut, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa dan PDT beserta Kementerian Keuangan bersegera menerbitkan surat sebagai dasar dan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa mengambil langkah-langkah tindak lanjut, yaitu sebagai berikut:
- Kewajiban yang belum dibayarkan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun Anggaran 2025.
- Bupati menugaskan Camat untuk melakukan evaluasi APB Desa Tahun 2025 khusus terhadap pergeseran anggaran untuk mengalokasikan anggaran kegiatan yang belum terbayarkan.
- Pemerintah Desa segera melakukan Perubahan APB Desa tahun 2025 untuk pergeseran alokasi anggaran.
- Menerbitkan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa Tahun 2026 untuk menindaklanjuti SiLPA mendahului Perubahan APB Desa 2026.
- Melakukan Perubahan APB Desa 2026 untuk memanfaatkan SiLPA Tahun 2025 dan sumber pendapatan selain Dana Desa untuk mengutamakan penyelesaian kewajiban yang belum dibayar.
Agar proses pelaksanaan langkah-langkah
tersebut dapat berlangsung cepat dan efektif maka Pemerintah maupun Pemerintah
Kabupaten telah diminta terus
melakukan pendampingan dan mitigasi sehingga secara administratif. Press
release
tersebut juga telah
dipertegas dan dituangkan ke
dalam SEB Menteri Desa Dan Pembangunan
Daerah Tertinggal RI,
Menteri
Keuangan RI & Menteri Dalam Negeri RI Nomor 9 Tahun 2025
Nomor SE-2/MK.08/2025 Nomor 100.3.2.3/9692/SJ/2025 Tentang Penjelasan
Tindak Lanjut PMK Nomor 81 Tahun 2025 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 108
Tahun 2024 Tentang Pengelolaan Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, Dan
Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025.
Inside TKD Tahun 2026
Kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) diarahkan untuk
meningkatkan sinergi dan harmonisasi belanja pusat dan daerah melalui
penggunaan TKD yang terarah, efisien, dan efektif, serta transparan. Juga untuk
meningkatkan efektivitas peran TKD dalam mendukung program prioritas nasional,
utamanya ketahanan pangan, pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan koperasi
desa/kelurahan. Menyeimbangkan alokasi fiskal pusat dan daerah (vertical
balance) serta antar daerah (horizontal balance), dan memperkuat
sinergi pemanfaatan TKD dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk peningkatan
kualitas layanan publik, kemandirian daerah, serta pemerataan pembangunan. Kebijakan
Transfer ke Daerah (TKD) juga merupakan konskuensi logis dari pelaksanaan
desentralisasi fiskal. Sampai dengan saat ini telah menunjukkan adanya
perbaikan pada indikator-indikator pembangunan di daerah. Namun demikian, masih
terdapat gap dalam kecepatan perbaikan pembangunan antar daerah, sehingga
diperlukan suatu akselerasi dan standarisasi kualitas untuk mengatasi tantangan
tersebut.
Langkah utama yang dilakukan pemerintah untuk menjawab
tantangan tersebut adalah dengan memperkuat program prioritas pemerintah di
tahun 2025 yang berkelanjutan pada 2026 dengan cakupan dan anggaran yang
semakin signifikan. Langkah tersebut telah diikuti dengan penyesuaian anggaran
TKD tahun 2026 yang disesuaikan dari alokasi tahun 2025 (note: turun Rp219,2
triliun), namun telah dipastikan bahwa penurunan tersebut bukan alokasi
Transfer Ke Daerah yang menyangkut layanan kepada masyarakat secara lansung
sehingga ini menepis anggapan layanan berkurang karena TKD menurun.
Perlu kita ketahui, anggaran dan program prioritas
pemerintah yang berkelanjutan pada 2026 meningkat signifikan. Tentunya
diarahkan untuk pembangunan sarana dan prasarana serta kebutuhan masyarakat di
daerah, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, bantuan
sosial dan subsidi, termasuk melalui berbagai Inpres untuk percepatan
peningkatan konektivitas jalan daerah, percepatan pembangunan/pemeliharaan
irigasi, pengalihan penyuluh pertanian, dan swasembada pangan. Sejalan dengan
kewenangan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara pada
UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, Presiden mempunyai kewenangan untuk melakukan
penyesuaian alokasi anggaran belanja negara yang dialokasikan melalui belanja
Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah (TKD), serta pembiayaan untuk
melaksanakan program prioritas/unggulan Pemerintah dengan tetap menjaga tata
kelola dan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik.
Dalam penyusunan APBN kebijakan alokasi anggaran antara pusat dan daerah tidak dapat di-dikotomikan antara sentralisasi dan desentralisasi. Karena, pendekatan tersebut tetap harus sejalan dengan efektivitas alokasi anggaran dan pembangunan serta kewenangan dari Presiden agar setiap rupiah uang APBN dapat bermanfaat optimal bagi seluruh masyarakat dan daerah. Sinergi dan kolaborasi alokasi anggaran dan pembangunan menjadi hal yang sangat penting untuk memperkuat efisiensi dan efektivitas dari APBN.
Penutup
Kontribusi Transfer ke Daerah (TKD) dalam struktur APBD masih tetap dominan, yaitu dapat mencapai sekitar 60%-70%. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah Pusat untuk terus mendukung desentralisasi fiskal sebagaimana amanat UU HKPD. Dukungan Pemerintah Pusat untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di daerah bukan hanya melalui TKD, tetapi juga melalui belanja pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga dan subsidi/bansos) serta pembiayaan APBN (investasi fisik dan SDM). Program Prioritas Pemerintah yang diintegrasikan dengan Kebijakan TKD diarahkan untuk memperkuat dan mempercepat bantuan kepada masyarakat dalam bentuk bansos dan subsidi, serta pembangunan infrastruktur di daerah.(AW).

Komentar
Posting Komentar