Langsung ke konten utama

Strawman Fallacy

 

Perdebatan di dunia maya sangat sering tidak dalam bingkai substansi persoalan atau substansi tema yang sebenarnya. Bahkan, tidak jarang hanya dilandasi ketidaksukaan namun sudah langsung men-judge dengan dalil yang seolah logis padahal sama sekali tidak logis. Padahal, sesungguhnya mereka terjebak atau sengaja menjebak ke dalam sikap strawman fallacy.
Sekitar tahun 2012 saya pernah terlibat “debat” atau diskusi panjang (kurang lebih satu minggu) di dunia maya terkait penggunaan jilbab di institusi Polri. Intinya, yang bersangkutan tidak setuju bahkan mengatakan melanggar peraturan aturan seragam Polri. Dari tanggapan-tanggapan yang ia lontarkan, dapat dinilai yang bersangkutan stereotip dengan jilbab sehingga ia mengedepankan prasangka yang hanya didasarkan pada penilaian atau anggapan karakteristik perilaku orang lain. Bisa jadi yang menjadi referensinya perilaku orang yang meliputi ras, jenis kelamin, suku bangsa, dan keterampilan komunikasi yang dimiliki seseorang atau kelompok sosial atau berita-berita mainstream yang mendeskreditkan orang yang berjilbab.
Rupanya dia tidak paham dan belum membaca ketentuan seragam Polri, termasuk di dalamnya untuk polwan telah ada sejak 7 tahun sebelumnya. Sesuai Surat Keputusan (SK) Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 dan tidak tertulis larangan berjilbab. Namun, semua anggota harus mengenakan seragam yang telah ditentukan dengan pengecualian dilakukan untuk polwan yang tidak mengenakan seragam, seperti bagian reserse dan intelijen. Mereka diperbolehkan berpakaian bebas ataupun mengenakan jilbab. Sehingga, meskipun belum tertulis di ketentuan, boleh atau tidak-nya memakai jilbab bagi polwan waktu itu tidak dapat dikatakan melanggar aturan Polri.
Contoh lain dari perilaku atau sikap straw man falacy, meski seolah ilmiah karena dibuat menjadi sebuah buku, yaitu Samuel Philips Hungtinton (dosen Ilmu Politik Universitas Hardvard). Banyak buku yang ditulisnya, namun satu yang kontroversial buku yang berjudul The Clash of Civilizations and The Remarking of World Order.
Kesimpulan dari pendapat Hungtington itu membuat negara-negara maupun identitas budaya satu sama lain memiliki kecurigaan dan hanya memuculkan stereotip sendiri dengan dasar trauma sejarah antara Barat dan non-Barat, Islam dan identitas budaya lainnya, sehingga generalisasi yang dilakukan oleh Hungtington didukung oleh Barat untuk mempertahankan supremasi power dan westernisasi.
Nyatanya yang terjadi di lapangan, konflik-konflik yang terjadi didasarkan pada berbedaan kepentingan nasional suatu negara, perbedaan ideologi, politik dan ekonomi. Hungtington juga kurang menyadari bahwa moderenisasi juga dapat berdampak positif, yaitu memunculkan integrasi regional demi mencapai kepentingan bersama sehingga gesekan antar identitas budaya dapat dihindari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari ...

Produksi Dulu atau Pasar Dulu

        Kamis,   25 Agustus selepas shalat Magrib lanjut pengajian tafsir Quran rutin setiap malam Jumat yang dilanjutkan shalat Isya’ di masjid Al Hikmah jalan Damar tepat di samping SMP Muhammadiyah Cilacap, saya meluncur ke hotel Sindoro Cilacap menjumpai kawan lama teman seangkatan   waktu sekolah di SMPN I Cawas kab Klaten. Kedatangan kawan lama saya itu dalam rangka membantu atau asistensi koleganya dalam perancangan pendirian pabrik sampai dengan pengoperasiannya untuk mengolah bijih plastik menjadi produk peralatan penunjang yang salah satu pengaplikasian produknya di dermaga. Banyak hal yang dibahas/disikusikan dalam obrolan kurang lebih dua setengah jam (20.40 s.d. 23.15) dengan kawan lama saya itu. Pokoknya sangat lengkap tema yang dibahas, poleksosbudhankam. Koleganya pun turut datang bergabung ngobrol di lobby hotel sambil minum jus jambu, kalau saya cukup air putih, sudah malam soalnya. Ada yang menarik dari pernyataan kawan lama saya: “Prod...

Carica

  Selasa, 28 Mei 20 24 sepulang cuti, seperti biasa melakoni masuk kerja setelah semalaman (12 jam) menyusuri jalan dari terminal Banjarnegara dan turun di RS Hermina Sukabumi (masih 5 km menuju lokasi tinggal). Tidak kelupaan membawa buah tangan minuman khas kabupaten Banjarnegara, Carica. Saya tidak akan membahas Carica, sebab di- gooling pasti bertebaran yang membahasnya. Mungkin sedikit saja, Carica adalah buah se- family dengan buah Pepaya namun ukurannya secara umum lebih kecil. Ia bagus tumbuh di dataran tinggi, sehingga masyarakat di kecamatan Batur kabupaten Banjarnegara banyak yang membudidayakannya, disamping sayur-mayuran, termasuk komoditas Kentang. Usai Carica dibagikan anak-anak SMK yang sedang PKL, ada satu rekan kerja yang mendekat kemeja saja. Yang bersangkutan (R) menyampaikan: “Terima kasih, ya Pak”. “Sama-sama”, saut Saya (S). Ternyata tidak sampai di situ, rupanya yang bersangkutan ingin remembering atau bernostalgia. Berikut cuplikan singkatnya: R  ...