Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2024

Sang Mentari Yang Bersahabat

  Pada satu momen perang Mahabarata, Arjuna bersumpah akan bisa memenggal kepala raja Sindu Jayadrata yang tak lain adalah adik ipar dari Duryudhono dedengkot pihak Kurawa. Apabila kepala Jayadrata sampai belum terpisah dari badannya sampai dengan matahari tenggelam, maka Arjuna bersumpah, ia bersedia dibakar hidup-hidup oleh raja Sindu Jayadrata. Sampailah detik-detik Matahari menjelang beranjak menuju peraduan yang ditandai dengan sinar merah menyala di ujung langit Sang Surya tenggelam, namun Arjuna belum berhasil menewaskan raja Sindu Jayadrata. Pasalnya, Sindu Jayadrata disembunyikan pihak Kurawa. Kecemasan mulai merayap di relung jiwa Arjuna, ditambah pihak Kurawa merawa di atas angin dan telah menyiapkan kayu bakar untuk membakar Arjuna. Arjuna pun pasrah dan berkata kepada Kresna: “Basudewa Kresna, apabila memang ini takdir dari kematianku, aku menerima!”. Dengan tersenyum Kresna menenangkan Arjuna: “Tenanglah Arjuna, mintalah pertolongan pada yang kuasa agar kebenaran tak kala

Satu Dasa Warsa Dana Desa

  D esa dalam kontek perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga dengan undang-undang desa diharapkan desa menjadi lebih kuat, maju, mandiri dan demokratis.  Ujungnya adalah agar desa dan masyarakatnya dapat melaksanakan pemerintahan dan lebih mampu berinovasi dalam pembangunan desa untuk menuju masyarakat desa yang adil, makmur dan sejahtera. S usunan dan tata cara penyelenggaraan P emerintah D esa (Pemdes) pasca Undang- U ndang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang disahkan pada tanggal 15 Januari 2014 dengan revisi perubahan ke-2 UU Nomor 3 Tahun 2024 , maka desa mempunyai kedudukan, susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan kemandirian dalam pengembangan dan pembangunan yang lebih kuat. Modelnya mirip atau menyerupai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah (Pemkab), pemerintah kota (Pemkot), pemerintah provinsi (Pemrov) maupun pemerintah pusat, tidak terkecuali untuk Desa Adat yang dalam skala nasio

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari jenis kecedasan itu memp