Langsung ke konten utama

20 Meter Tidak Lebih Jauh dari 20 Km

 

“Setiap hari sanggup menempuh jarak 20 km, bahkan 60 km lebih, namun masjid yang hanya berjarak 20 m tidak sanggup mendatangi setiap waktu panggilan shalat berkumandang…”. Ungkapan tersebut disampaikan H. Tatto Suwarto Pamuji (69 Tahun - mantan Bupati Cilacap  empat tahun dan dua periode jabatan) mengawali ceramah Subuh, Jumat 22 Maret 2024 di masjid Al Firdaus yang berdekatan dengan Polsek kecamatan Cilacap Utara sisi Selatan lapangan Krida kelurahan Gumilir.

Hal tersebut disampaikan kepada para jamaah mengingat shalat wajib berjamaah dan dilaksanakan di masjid khususnya bagi kaum Adam (laki-laki) serta tepat di awal waktu adalah amalan yang sangat utama. Lebih jauh juga dijelaskan, kesuksesan seseorang sangat berkaitan dengan kualitas yang bersangkutan di dalam mengerjakan ibadah shalat.

Apabila ibadah shalat dilaksanakan secara berkualitas dengan tidak asal  menggugurkan kewajiban sebagai seorang muslim, maka kesuksesan dalam kehidupan akan selalu bersamanya. Sehingga segera tunaikanlah shalat apabila panggilan shalat telah dikumandangkan, dan akan lebih utama telah bersiap sebelum adzan dilantunkan sebagai pertanda waktu shalat telah tiba.

Mengakhiri ceramah kuliah Subuh kepada para jamaah pak Tatto berpesan, hendaklah setiap orang tua senantiasa mendo’akan anak-anaknya agar kelak menjadi insan yang bertaqwa karena do’a dari kedua orang tua untuk anak-anaknya sangat ijabah. Didiklah mereka agar kelak dapat mandiri sehingga mampu memuliakan dan menjaga kehormatan diri dan orang tuanya.  

 

Sepenggal kisah Bilal bin Rabah

Dalam satu kesempatan, Bilal bin Rabah dalam tidurnya bermimpi ditemui Rasulullah Nabi Muhammad yang sudah wafat. Nabi menanyakan kepada Bilal, mengapa sudah lama tidak mengunjungi beliau.

Sesaat setelah bangun dari tidur, Bilal pun bersiap dan bergegas menuju kota Madinah tempat Nabi di makamkan. Sesampai di makam Bilal pun tak kuasa menahan air mata jatuh di pusara Sang Manusia Termulia rahmat bagi semua sekalian alam, seraya bersalawat dan bermunajat kepada Sang Khalik Yang Maha Berkuasa.

Sebelum kembali ke Mekah, Bilal dijumpai cucu Nabi Hasan dan Husein. Kedua cucu Nabi memohon: “Paman, kiranya tidak keberatan mohon Paman mengumandangkan adzan yang terakhir untuk kami”. Tak kuasa Bilal menolak permintaan kedua cucu manusia termulia, akhirnya Bilal melantunkan adzan. Suaranya yang keras namun merdu dan sahdu terdengar penduduk di sekitar kota Madinah. Segera mereka menghentikan aktifitas, mendekati asal suara adzan. Mereka pun larut dalam kenangan saat-saat masih bersama  Rasulullah Muhammad penutup para nabi dan rasul, junjungan dan teladan umat manusia sampai akhir zaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perang Itu Belum Berakhir

  Salah satu untuk mengalihkan perhatian terhadap peradaban Islam adalah perang Salib. Dalam sejarahnya, perang Salib pernah terjadi di antara sesama mereka dan juga menyasar kaum Yahudi. Kejadian Perang Salib Kataris pernah dijadikan legitimasi atas pembantaian di antara sesama Kristen, bahkan dalam perkembangannya berakhir menjadi kepentingan politik. Perang konvensional adalah menumpahkan darah sesama makhluk ciptaan Tuhan. Tidak hanya kepada makhluk yang bernama manusia, makhluk yang pun bisa kena imbasnya. Perang adalah pilihan jalan terakhir, apabila semua jalan menempuh damai sudah buntu. Ada adab-adab dan prasyarat perang dalam Islam, yaitu: Dilarang membunuh anak-anak, wanita, dan orang tua. Kecuali mereka dengan bukti yang jelas melindungi pasukan lawan dan melakukan perlawanan dan dilarang dibunuh jika sudah menyerah, termasukan pasukan yang telah menyerah. Dilarang membunuh hewan, merusak tanaman dan merusak habitatnya. D ilarang merusak fasilitas umum dan tempat ibadah da

“Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo”

       “Wong pinter kalah karo wong bejo” (orang pandai kalah sama orang beruntung) itu idiom yang masih ada dan dipakai oleh sebagian orang untuk menilai keberhasilan seseorang. Kalau pinter dalam kontek prestasi akademik, yang berarti berkorelasi dengan level pendidikan seseorang yang dibandingkan dengan orang yang berkelimpahan materi sementara yang bersangkutan prestasi akademiknya biasa saja bahkan sempat tidak naik kelas/tingkat dan berujung drop out, maka labeling wong pinter kalah karo wong bejo boleh-boleh saja yang dijadikan tolok ukur. Fenomena tersebut sesungguhnya telah banyak dikupas oleh para motivator. Mayoritas mereka sepakat bahwa  kecerdasan yang bisa membuat orang menjadi sukses tidak hanya karena I ntelligence Q uotient (IQ) tinggi yang ujudnya diukur dengan prestasi akademik. Selain IQ, juga ada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi/sosial dan yang ketiga adalah Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spritual. Masing-masing dari jenis kecedasan itu memp