Merujuk Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Sehingga jalan merupakan fasilitas umum (fasum), yang karenanya semua kalangan dapat mengunakan/melewatinya tanpa hambatan yang disebabkan kesalahan orang dalam memanfaatkan fungsi jalan.
Menyusuri jalan Unta, pada beberapa titik di dinding
sisi sebelah kiri (posisi wilayah RT 04 RW 06 setempat) ditempel spanduk yang berbunyi:
“BAHU JALAN BUKAN UNTUK GARASI MOBIL ANDA. Jalan Kampung Adalah Milik Warga
bro… BUKAN GARASI MOBIL PRIBADIMU. Jangan Rampas Hak Jalan Jalan Untuk Orang
Lain”.
Telah menjadi
rahasia umum, saat ini banyak yang memiliki mobil pribadi namu si pemilik mobil
tidak ada garasi mobil di rumahnya. Bahkan juga banyak yang memiliki mobil
namun belum mempunyai rumah, dan ini tidak masalah apabila kendaraan ditempatkan
di lokasi yang tepat peruntukannya.
Tentu ada dampak
ikutan dari fenomena tersebut, yaitu mereka menggunakan lahan milik orang lain, di lahan
fasilitas umum bahkan diparkir permanen di bahu jalan, seolah sudah menjadi garasi
mobilnya. Maka tak ayal muncul kesemerawutan lingkungan jalan. Juga kenyamanan
pengguna jalan yang hanya sekadar numpang lewat menjadi terganggu.
Tidak jarang karena
ukuran jalan terlalu kecil/sempit, sering kejadian kendaraan yang lewat menyenggol
kendaraan terparkir (red: bahu jalan dijadikan garasi) dan tentu ini masalahnya
menjadi lain. Dan uniknya, atas kejadian tersebut peluang terbesar yang disalahkan
adalah kendaraan yang nyenggol, padahal kendaraan yang disenggol parkir
sembarangan. Tentu persoalan menjadi lain apabila
kendaraan yang disenggol adalah kendaraan tamu alias hanya parkir sementara.
Kondisi tersebut perlu kesadaran kolektif. Misalnya,
kalau tidak punya garasi mobil di rumah, ya tidak usah membeli mobil. Apabil
bereinginan memiliki mobil, ya disediakan terlebih dahulu garasinya di rumah
masing-masing sehingga lingkungan tempat tinggal menjadi nyaman dan juga para
pengguna jalan tidak terganggu oleh karenanya.
Mempermudah akses jalan kepada pengguna jalan adalah
tindakan mulia, dan ini semisal menyingkirkan duri (hambatan) dari jalan. Hadits
seperti di riwayatkan oleh Abu Hurairah RA, bahwa: Nabi SAW, bersabda, “Iman
itu ada tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih. Yang paling
utama ialah ucapan ~Laa ilaaha illallah~ (Tidak ada Tuhan selain Allah), dan
yang paling rendah ialah _menyingkirkan gangguan (duri) di jalan_, dan malu
adalah salah satu cabang dari iman”. [HR. Bukhari dan Muslim].
Namun sebaliknya, secara tersirat dapat dipahami bahwa jika seseorang dengan sengaja memasang duri atau rintangan di jalan, maka dapat dikatakan orang bersangkutan tidak (kurang) beriman. Subtansi dari ajaran akhlaqul karimah ini adalah bagaimana agar orang beriman selalu peduli dengan kelancaran perjalanan orang, bagaimana memperlancar bahkan membuat aman dan nyaman orang lain dalam perjalanan.
Subtansi tersirat pesan tersebut dapat diperluas yaitu bagaimana memperlancar dan mepermudah urusan orang lain, bahkan tidak sebatas urusan di jalanan tapi urusan di mana saja, di kantor, di instansi, di rumah dalam keluarga dan lain-lain. Semangat mempermudah bukan mempersulit, sejalan dengan hadits Rasulullah saw lainnya: “Mudahkanlah setiap urusan & janganlah kalian mempersulitnya, buatlah mereka tenang & jangan membuat mereka lari”. [HR. Bukhari No.5660]. (red: https://tekim.fti.umi.ac.id/2022/08/28/singkirkan-duri-di-jalan/ ).
Komentar
Posting Komentar