Salah satu untuk
mengalihkan perhatian terhadap peradaban Islam adalah perang Salib. Dalam
sejarahnya, perang Salib pernah terjadi di antara sesama mereka dan juga
menyasar kaum Yahudi. Kejadian Perang Salib Kataris pernah dijadikan
legitimasi atas pembantaian di antara sesama Kristen, bahkan dalam
perkembangannya berakhir menjadi kepentingan politik.
Perang konvensional adalah menumpahkan darah sesama makhluk ciptaan Tuhan. Tidak hanya kepada makhluk yang bernama manusia, makhluk yang pun bisa kena imbasnya. Perang adalah pilihan jalan terakhir, apabila semua jalan menempuh damai sudah buntu. Ada adab-adab dan prasyarat perang dalam Islam, yaitu:
- Dilarang membunuh anak-anak, wanita, dan orang tua. Kecuali mereka dengan bukti yang jelas melindungi pasukan lawan dan melakukan perlawanan dan dilarang dibunuh jika sudah menyerah, termasukan pasukan yang telah menyerah.
- Dilarang membunuh hewan, merusak tanaman dan merusak habitatnya.
- Dilarang merusak fasilitas umum dan tempat ibadah dan apabila menjadi tempat persembunyian diupayakan menyisir pasukan terkait.
- Dilarang meyerang wilayah yang berdaulat atau ada perjanjian damai.
- Mengirim pasukan kewilayah yang berdaulat hanya atas permintaan pemeritah atau masyarakat yang tertindas hak-hak sipilnya -saat ini dengan mandat PBB.
- Negaranya diserang negara lain.
- Warga negaranya disandera atau dibunuh dan pemerintahannnya melindungi/meligitimasi penyanderaan dan pembunuhan tersebut.
Untuk
diketahui, khalifah Umar bin Khatab ra mengirim pasukan ke Yerusalem,
Baitul Maqdis waktu itu dengan alasan point 5 (red: https://islamdigest.republika.co.id/berita/qe2jdn320/umar-bin-khattab-taklukkan-yerusalem-dan-pengakuan-yahudi ), yaitu masyarakat
yang tertindas hak-hak sipilnya memintaan bantuan agar terbebas dari penindasan
sehingga mereka dapat hidup tenang dan damai. Ini titik awal sejarah kota
Yerusalem yang diributkan sampai dengan saat ini.
Perang
Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai
oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas
nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah
Suci” dari kekuasaan kaum Muslim, awalnya diluncurkan sebagai jawaban atas
permintaan dari Kekaisaran Bizantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur untuk
melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia (red: https://new.uin-malang.ac.id/r/131101/perang-salib.html ).
Pada
tahun 1208, perang Salib mulai menyimpang dan tidak hanya memerangi
Peradaban Islam di Timur Tengah. Paus Innosensius II (memerintah
1198-1216) menyerukan perang sesama orang Kristen, yaitu kaum Kataris yang
dianggap orang Kristen sesat. Gerakan ini dikenal sebagai Perang Salib
Kataris. Seruan perang ini didukung penuh oleh Raja Prancis Philip II (memerintah
(1180-1223). Seruan perang ini juga diperkuat dengan dukungan tokoh-tokoh
seperti Santa Maria dari Oignies yang mengaku mendapat penglihatan. Yesus
Kristus mengatakan padanya keprihatinan terhadap Kaum Kataris di Prancis
selatan.
Akan
tetapi, tidak seperti semboyannya untuk memerangi orang Kristen, sebenarnya
seruan perang ini telah ditunggangi kepentingan Kerajaan Prancis. Raja
Prancis ingin memperkuat kontrol terhadap para tuan tanah di wilayah Prancis
selatan. Karena pada waktu itu wilayah Prancis selatan lebih bersimpati dengan
kerajaan-kerajaan Spanyol timur.
Penyimpangan
Perang Salib Kataris
Perang Salib
Kataris dimulai dari Lyon dan bergerak menyusuri Sunga Rhone pada Juli 1209 M.
Akan tetapi, alih-alih wilayah Toulouse (basis utama kaum Kataris), pasukan
Salib malah menargetkan daerah sekitar Albi. Hal itu karena Raymond
dari Toulouse telah membuka negosiasi dengan Paus. Raymond menyerahkan sebidang
tanah pada Paus dan memilih bergabung dengan Pasukan Salib.
Dari pergerakan
tersebut, sebenarnya sudah terlihat bahwa Perang Salib ini tidak benar-benar
menargetkan orang kristen sesat. Pasukan Salib lebih tertarik dengan harta dan
ingin menekan para bangsawan di Prancis selatan, yang akhirnya dimulai
dengan pengepungan yang berhari-hari di sekitar wilayah Albi. Pasukan Salib
memberikan syarat untuk menyerahkan orang-orang Kristen sesat untuk dihukum.
Setelah permintaan
tersebut ditolak, Pasukan Salib mulai menjarah wilayah tersebut dengan kejam.
Sekitar 10.000 orang penduduk kota dibantai dengan darah dingin. Padahal
kota itu mungkin hanya memiliki sekitar 700 orang Kristen sesat dan sekarang
jelas bagi semua orang bahwa ini adalah kampanye penaklukan, bukan pertobatan.
Karena terkejut
dengan pembantaian tersebut, kota lain di wilayah tersebut, yaitu kota Narbonne
langsung menyerah. Penduduk setempat melarikan diri dari kastel dan kota mana
pun yang kemungkinan besar akan menjadi sasaran serangan Pasukan Salib
berikutnya.
Kastel Carcassonne
jatuh pada tanggal 14 Agustus 1209 M. Sementara Raymond dari Trencavel
dimasukkan ke dalam penjara tempat dia tidak dapat melarikan diri hidup-hidup.
Simon de Montfort mengambil alih tanah Trencavel.Ketika Lavaur ditangkap oleh
de Montfort pada tahun 1211 M Aimery, penguasa Lavaur dan Montreal, digantung.
Saudara perempuannya dilempar ke dalam sumur, 80 kesatrianya dieksekusi dan
hingga 400 kaum Kataris dibakar sampai mati.
Pada 1211 M krisis
semakin dalam. Raymond dari Toulouse memutuskan bahwa Pasukan Salib membuat
terlalu banyak tuntutan di wilayahnya. Akhirnya Raymond dari Toulouse beralih
menjadi musuh Pasukan Salib lagi. Setelah mengalahkan pasukan
Toulouse-Foix di Castelnaudary pada bulan September 1211 M, de Montfort merebut
sebagian besar wilayah selatan pada tahun 1212 M. Sementara itu, Raymond
dari Toulouse melarikan diri ke Inggris untuk sementara.
Meskipun Prancis
utara memulai rencana pemerintahan baru di wilayah tersebut, pada tahun 1213 M
perang gerilya telah menyebar ke mana-mana di Prancis
selatan. Pembantaian, pembakaran, dan mutilasi berlanjut setiap kali sebuah
kota atau kastel direbut. Akibatnya, Paus membatalkan status gerakan Perang
Salib.
Namun demikian,
pada tahun 1214 M gejolak di wilayah tersebut masih belum berhenti. Bahkan
menyeret konflik dengan raja-raja dari luar Prancis yang mengincar tanah-tanah
bangsawan di wilayah tersebut. Terutama Raja Aragon dan Raja John dari
Inggris yang masih memiliki tanah di Prancis. Pada 1215 M penaklukan wilayah
Toulouse dan Pyrenean selesai. Putra Mahkota Louis bahkan melakukan tur dengan
pasukan yang tidak pernah melakukan pertempuran apa pun.
Akhir
Sejarah Perang Salib Kataris
Tidak lama setelah
itu, kembali terjadi perlawanan lokal. Para pembela sangat terbantu dengan
kembalinya Raymond ke bentengnya di Toulouse pada tahun 1217 M. Perang kembali berkecamuk di tingkat lokal. Pihak utama yang
memimpin sekarang adalah sekutu Toulouse dan para bangsawan yang telah
mendapatkan tanah mereka kembali dari de Montfort. Sementara itu, Raymond
dari Toulouse meninggal pada tahun 1222 M dan dia digantikan oleh putranya Raymond
VII (memerintah 1222-1249 M). Ia merebut kembali sebagian besar tanah tua
ayahnya dan bahkan Carcassonne pada tahun 1224 M.
Raja Louis VIII
setelah kematian ayahnya pada tahun 1223 M, bertekad untuk memperluas
kerajaannya. Dengan dukungan Paus Honorius III (memerintah 1216-1227 M), perang
salib dilakukan dengan semua perlengkapan Kepausan. Avignon dikepung dan
direbut pada musim panas tahun 1226 M. Menyadari hal yang tak terhindarkan,
sebagian besar penguasa Languedoc bersumpah kepada raja, tetapi Raymond VII
bertahan.
Sementara itu, di
Paris pada November 1226 M, Louis VIII meninggal karena disentri. Raja baru
Prancis, Louis IX (memerintah 1226-1270 M) menggantikannya. Ia menjadi
salah satu raja Pasukan Salib abad pertengahan yang paling berkomitmen untuk
menyelesaikan perang tersebut.
Serangkaian
kemenangan datang dalam dua tahun berikutnya dan Raymond VII dari Toulouse
menyetujui syarat penyerahan. Sejarah Perang Salib Kataris dengan demikian
berakhir dengan Perjanjian Paris pada tahun 1229 M.
Komentar
Posting Komentar