Dua tahun yang silam tepatnya Jumat, 30 April 2021 media online CNB Indonesia mengutip pesan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati yang ditujukan khususnya kepada para pejabat di lingkungan Ditjen Perbendaharaan dalam momen pelantikan pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan hari Jumat, 30 April 2021 di kantor Kementerian Keuangan Jakarta. Menteri Keuangan mengatakan: "Saya minta kepada seluruh Kantor Wilayah, kepala kantornya tidak hanya sebagai kepala kasir. Jangan hanya memiliki mental kasir penyaluran uang, tapi harus memiliki kerangka berpikir, policy maker untuk mewakili kementerian keuangan di daerah sebagai ekonomis dan juga sebagai policy maker".
Arahan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan tersebut
sejalan dengan yang termaktup pada penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan bahwa Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir
yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa
berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus
sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
Ditjen Perbendaharaan jauh hari telah merintris jalan yang
simetri dengan arahan Menteri Keuangan yang juga merupakan amanah konstitusi
tersebut. Adapun respon atau tindak lanjut terbaru atas hal tersebut sebagaimana
tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-139/PB/2020
Tentang Rencana Strategis Ditjen Perbendaharaan Tahun 2020-2024 yang bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan kepada para stakeholders, berikut
laporan-laporan yang dihasilkan dapat menjadi bahan pengambilan keputusan.
Ditjen Perbendaharaan pada periode 2020-2024 telah memetakan bahwa terdapat potensi yang dimiliki sekaligus permasalahan yang akan dihadapi, yakni terkait dengan 5 (lima) bidang tugas Ditjen Perbendaharaan, yaitu: (1) Pengelolaan kas negara, (2) Pelaksanaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, (3) Investasi pemerintah dan Badan Layanan Umum, (4) Sistem Perbendaharaan dan teknologi informasi, serta (5) Organisasi dan SDM.
Pemetaan potensi dan permasalahan sampai dengan tahun 2024 tersebut tentu dapat memudahkan dalam penyusunan RKAKL Ditjen Perbendaharaan, pengambilan keputusan strategis dan kebijakan pelaksanaan anggaran, dan menetapkan target kinerja jangka menengah berikut indikator capaiannya. Dan yang urgen, insan perbendaharaan -red: insan Indonesian Treashury (Intress)- khususnya para pejabat dapat memahami potensi dan permasalahan serta melangkahkan kaki menyusuri peta jalan tersebut -tidak sekadar kasir- dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Potensi dan permasalahan yang menjadi tantangan Ditjen Perbendaharaan meliputi:
1. Pengelolaan Kas Negara
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 8 huruf f menjelaskan Menteri Keuangan sebagai pengelola fiscal dan Bendahara Umum Negara; b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tetang Perbendaharaan Negara Pasal 7 ayat (2) huruf d sampai dengan h menjelaskan wewenang Menteri Keuangan selaku Bendahara umum Negara, yaitu:
- Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara,
- Menunjuk bank dan/atau Lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara,
- Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara,
- Menyimpan uang negara, dan
- Menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi;
c. Berkurangnya cost of fund dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN) dengan pembukaan Rekening Khusu di Bank Indonesia atau pun Bank Umum yang dapat memberikan imbal hasil yang maksimal;
d. Meningkatkan efisiensi pengelolaan PHLN dengan mekanisme debet langsung rekening khusus pada Bank Indonesia.
Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kas negara, DJPb memetakan sejumlah permasalahan yang dapat menghambat, yaitu:
a. Masih belum kuatnya koordinasi antara fungsi pengelolaan kas negara, fungsi pengelolaan utang negara, dan otoritas moneter (Bank Indonesia);
b. Keterbatasan kapasitas SDM dan dukungan teknologi informasi di pihak satuan kerja dalam mendukung pelaksanaan pengelolaan kas secara elektronik;
c. Pendapatan dan penempatan dana Pinjaman Luar Negeri di Bank Indonesia (BI) belum dapat mengurangi biaya perolehan pinjaman tersebut Pemberian jasa giro/bunga atas dana yang disimpan Pemerintah di BI diatur dalam pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu tingkat bunga yang diberikan BI adalah sebesar tingkat bunga Surat Utang Negara (SUN) yang berasal dari penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yakni 0,1% per tahun. Sementara itu, tingkat bunga yang diterima Pemerintah atas uang yang disimpan di BI, saat ini adalah sebesar 80, 476% atas 7-Day (Reverse) Repo Rate BI;
d. Masih kurang akuratnya perencanaan, penarikan dana pinjaman luar negeri oleh Exeecuting Agency penerimaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN), sehingga opportunity cost of holding cash untuk beberapa pinjaman luar negeri masih cukup tinggi;
e. Belum semua dana PHLN dapat dikelola melalui Rekening Khusus pada Bank Umum. Hanya PHLN yang mensyaratkan tercapainya Disbursement Link Indikator (DLI) Reksusnya yang telah dapat dibuka di Bank Umum, sementara pengelolaan dana yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), sejak pertengahan tahun 2019 telah dilakukan melalui Rekening Khusus pada Bank Umum Syariah;
f. Perlu penyesuaian Standard Operating Procedure (SOP) atas beberapa perubahan mekanisme penyaluran dan pengelolaan Rekening Khusus PHLN.
a. Meningkatnya kualitas belanja Pemerintah yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b. Meningkatnya kualitas pengelolaan keuangan karena adanya penyusunan grand design monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran serta menetapkan Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) sebagai tools pengukuran kinerja;
c. Simplisikasi dan modernisasi mekanisme pelaksanaan anggaran dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi;
d. Telah dibangunnya Aplikasi Monitoring Tindak Lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah dilakukan sosialisasi dan mulai diimplementasikan oleh BA BUN;
e. Telah dilakukannya pengembangan Aplikasi SPAN pada fitur otomasi jurnal penyesuaian saldo awal dan jurnal balancing iniraco serta jurnal penyesuaian akhir periode setelah revaluasi transaksi valas yang saat ini dalam tahap User Acceptance Test (UAT);
f. Integrasi atau interkoneksi data GL Sistem Akuntasi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) (BA 999.07 dan 999.08) melalui Aplikasi eRekon & KL serta Aplikai Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) (999.05) ke Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN);
g. Pengembangan Modul LK BUN-LKPP terintegrasi, terutama fitur Global Consolidation System (GCS) sampai ke entitas jenjang terbawah (UAKPA BUN dan UAKPA BUN Daerah KPPN);
h. Implementasi PIPK pada setiap BA BUN yang dimulai dari jenjang terbawah, yaitu UAKPA BUN yang sampai saat ini sudah diimplementasikan di level UAKPA BUN internal Kementerian Kuangan;
i. Semakin kuatnya dukungan teknis aplikasi/sistem informasi;
j. Penerapan Jabatan Funsional Analis Penyusun Laporan Keuangan pada K/L untuk meningkatkan komitmen penyusun laporan keuangan;
k. Pengembangan Aplikasi e-Rekon & LK secara berkesinambungan, khususnya penambahan fitur-fitur monitoing data transaksi keuangan serta Barang Milik Negara dalam rangka penyusunan laporan keuangan yang lebih berkualitas;
l. Perluasan penggunaan Aplikasi SAKTI pada beberapa K/L di luar Kementerian Kuangan yang mengintegrasikan proses penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban APBN diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan ketertiban satker dalam menatausahakan dan mencatat transaksi barang dan keuangan secara tepat waktu;
m. Penyusunan LKPP telah menggunakan aplikasi LKPP Terintegrasi sehingga proses penyusunan LKPP menjadi lebih efektif dan berkualitas;
n. Laporan keuangan yang telah disusun dan disampaikan digunakan dalam rangka pengambilan keputusan dan perencanaan keuangan;
o. Semakin lengkapnya regulasi/peraturan yang dihasilkan memberikan kemudahan dalam implementasi akuntansi akrual;
p. Telah disusun dan dipublikasikan Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah (LSKP) sejak tahun pelaporan 2008 untuk pengambilan kebijakan fiscal dan pengembangan sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah;
q. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Keuangan Republik Indonesia (SIKRI) modul pelaporan yang diharapkan akan mempermudah Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah (LSKP) baik di tingkat wilayah maupun di tingkat nasional. Pengembangan Modul Pelaporan tersebut menjadi pijakan awal dalam pengembangan Aplikasi SIKRI hingga menjadi business proses pemerintah.
r. Sinergi dengan berbagai pihak baik di internal maupun eksternal Kementerian Kuangan dalam tim pengembangan SIKRI untuk memastikan kelancaran integrasi informasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah;
s. Penggunaan Aplikasi Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sehingga membantu satker untuk menyususn laporan keuangan secara lebih efisien;
t. Kegiatan yang bersifat sosialisasi, penyuluhan, workshop, seminar, dan lain-lain yang dilakukan secara online selama masa pandemic memungkinkan untuk melibatkan lebih banyak partisipan, sehingga mempercepat dan memperluas penyebaran infarmasi kepada stakeholders.
a. Belum terdapat aturan teknis atau dasar hukum yang secara jelas dan tgas mengatur mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran;
b. Masih terdapat tantangan terkait dengan ketersediaan data dan informasi di bidang pelaksanaan anggaran;
c. Kurang optimalnya pelaksanaan knowledge sharing pelaksanaan anggaran ke seluruh unit vertical di daerah;
d. Kurangnya penguasaan keterampilan, pengetahuan, perangkat serta kemampuan teknis untuk melaksanakan penugasan baru di bidang pelaksanaan anggaran;
e. Masih terdapat perbedaan persepsi mengenai cakupan/Batasan tugas fungsi pelaksanaan anggaran;
f. Penyesuaian peraturan pelaksanaan anggaran belum dapat mengikuti perkembangan proses bisnis;
g. Masih belum kuatnya koordinasi pelaksanaan anggaran dengan stakeholder terkait;
h. Tindak semua tindak lanjut pemerintah atas temuan BPK terhadap LKPP dan LK BUN dapat diselesaikan dalam waktu singkat, melainkan memerlukan tiga periode waktu, yaitu jangka pendek (1 tahun), jangka menengah dan jangka Panjang;
i. Penyelesaian Rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan (RUU PP) APBN tidak hanya tergantung pada factor internal, tetapi perlu mewaspadai factor lain, seperti politik di DPR;
j. Perlambatan (delay) proses posting data dari sub modul ke General Ledger (GL) SPAN sehingga proses rekonsiliasi terhambat dan data yang tersaji pada laporan keuangan tidak valid;
k. Masih banyaknya permintaan dispensasi oleh K/L atau satker mitra kerja KPPN;
l. Proses konsolidasi LK BUN terhambat sepanjang interkoneksi data GL SAIBA (BA 999.07 dan BA 999.08) melalui aplikasi e-Rekon & LK serta SAKTI (BA 999.05) ke SPAN belum berhasil;
m. Proses penyusunan laporan keuangan pada entitas di bawah Unit Akuntansi Keuangan dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Akuntansi dan Pelaporan (UAPBUN AP) terhambat sepanjang pengembangan modul LK BUN-LKPP terintegrasi terutama fitur Global Consolidation System (GCS) belum berhasil;
n. Pembentukan Kabinet Maju pada tahun 2019 yang merombak nomenklatur kementerian menyebabkan adanya proses likuidasi pada K/L yang berisiko mempengaruhi kualitas Lapaoran Keuangan K/L (LK K/L);
o. Penerapan SAKTI pada seluruh K/L yang dimulai ditahun 2020 untuk modul admin dan penganggaran yang menimbulkan tantangan baru dalam penyusunan laporan keuangan;
p. Perluasan penerapan aplikasi SAKTI pada K/L di luar Kementerian Keuangan memungkinkan perlunya kebijakan-kebijakan baru, baik yang bersifat strategis maupun teknis;
q. Perluasan penerapan aplikasi SAKTI yang mengintegrasikan proses penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban APBN serta mengintegrasikan seluruh data K/L memungkinkan perlunya penyesuaian proses bisnis terkait akuntansi dan pelaporan keuangan;
r. Adanya kebutuhan pemanfaatan data laporan keuangan untuk tujuan yang lebih strategis dan makro memungkinkan perlunya penyesuaian Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan;
s. Proses penyelesaian regulasi dan penyelarasan Bagan Akun Standar (BAS) Daerah dalam kerangka BAS Nasional, di mana BAS Nasional akan berguna dalam mewujudkan sinergi pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan keuangan pemerintah serta laporan keuangan secara nasional;
t. Penyelarasan arsitektur aplikasi Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) dan aplikasi SPAN dalam rangka mewujudkan aplikasi Sistem Informasi Keuangan Republik Indonesia (SIKRI);
u. Data transaksi pemerintah daerah yang komprehensif diperlukan dalam rangka pembangunan Business Intellegence Pemerintah untuk mendukung pengambilan kebijakan fiscal;
v. Adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada keseluruhan siklus pengelolaan APBN, termasuk perlunya beberapa kebijakan/perlakuan akuntansi atas transaksi- transaksi baru, penyajian dan pengungkapan transaksi-transaksi tertentu secara memadai dalam laporan keuangan dan lain-lain;
w. Penggunaan aplikasi e-Rekon & LK dengan database yang terintegrasi belum dapat memfasilitasi kebutuhan rekonsiliasi, khususnya pada awal tahun (missal kebutuhan penyusunan laporan keuangan tahun 2019 sekaligus rekonsiliasi tahun 2020;
x. Munculnya ragam proses bisnis baru dalam pemerintahan yang memerlukan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintah.
a. Semakin besarnya potensi KUR dan Pembiyaan Umi untuk terus berkembang mengingat jumlah pelaku usaha mikro dan ultra mikro di Indonesia yang sangat tinggi, di mana belum seluruhnya terjangkau oleh KUR dan Umi;
b. Semakin banyaknya manfaat penyaluran kredit program dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan iklim usaha di Indonesia;
c. Pengembalian piutang negara yang bersumber dari Subsidiary Loan Agreement (SLA) telah dirasakan cukup signifikan sebagai salah satu sumber penerimaan negara;
d. Potensi hak tagih pemerintah kepada debitur dengan jumlah sangat besar merupakan salah satu potensi pendapatan negara di mana kedudukan pemerintah sangat kuat karena timbulnya hak tagih didasarkan atas perikatan perjanjian pinjaman antara pemerintah (c.q. DJPb) dengan para debitur;
e. Pengesahan peraturan mengenai investasi pemerintah diharapkan akan semakin mendorong iklim investasi di Indonesia, sekaligus menciptakan media investasi bagi BUMN, satker BLU dan Badan Hukum Lainnya (BHL) untuk mencapai manfaat sosial, ekonomi dan lainnya bagi masyarakat;
f. Konsep pemberian pinjaman oleh pemerintah kepada Pemda, BUMN, Lembaga Asing, Pemerintah Asing, perusahaan swasta, serta Badan Hukum Lainnya, melalui dana yang berasal dari APBN diharapkan akan semakin meningkatkan pembangunan nasional, mendukung upaya-upaya diplomasi dan kerja sama ekonomi Indonesia di forum bilateral, regional dan multilateral, serta mendukung strategi investasi dan peningkatan ekspor, serta mendukung strategi investasi dan peningkatan ekspor, serta penguatan daya saing ekonomi salam negeri di tingkat internasional;
g. Terjadinya mutasi menyebabkan peningkatan urgensi pelaksanaan tugas dan fungsi DJPb dalam menjaga daya beli masyarakat sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
h. Satker Badan Layanan Umum (BLU) terus tumbuh dari tahun ke tahun, antara lain dikarenakan adanya amanat peraturan perundang-undangan, misalnya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan undang-undang lainnya yang mengamanatkan pembentukan satker yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU. Dengan, demikian satker yang menyelenggarakan layanan public kepada masyarakat, dipandang menjadi lebih efisien dan efektif dikelola ala BLU.
i. Pembentukan Satker BLU di lingkungan DJPb akan semakin mendorong terciptanya tata Kelola pengelolaan dana yang semakin transparan, akuntabel dan tepat sasaran;
j. Tersedianya peraturan-peraturan yang memperkuat fungsi DJPb terkait pembinaan keuangan BLU dalam proses peningkatan layanan BLU dalam proses peningkatan layanan BLU kepada stakeholder;
k. BLU sebagai suatu solusi yang tepat dalam penataan kelembagaan pemerintah yang tidak bisa diselenggarakan dalam instansi satker biasa, khususnya yang menyelenggarakan layanan kepada masyarakat.
a. Tergantungnya penyaluran Umi pada peran serta pihak lain, dalam hal ini Pemda dan kreditur untuk pengisian Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) serta memberikan edukasi kepada masyarkat terkait dengan mekanisme pembiayaan tersebut:
b. Masih adanya moral hazard yang seringkali dilakukan oleh para debitur kredit program yang Sebagian besar merupakan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah, serta koperasi yang menganggap bahwa Kredit Program yang telah disalurkan oleh pemerintah tidak menjadi prioritas untuk dikembalikan;
c. Masih terdapat permasalahan dalam penyelesaian Piutang Negara dari Investasi Pemerintah, yaitu pelaksanaan restrukturisasi yang memerlukan waktu lama dikarenakan proses restrukturisasi melibatkan banyak proses dan banyak pihak;
d. Terhambatnya pembayaran Subsidiary Loan Agreement (SLA) dan kredit program oleh para debitur yang disebabkan oleh pandemic yang menganggu aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat;
e. Interprestasi yang berbeda-beda dari para pengambil kebijakan mengenai urgensi dan risiko investasi pemerintah, menyebabkan langkah-langkah implementasi investasi pemerintah oleh BUMN, BLU dan BHL masih belum optimal dilaksanakan;
f. Belum optimalnya langkah-langkah implementasi investasi pemerintah yang disebabkan oleh interprestasi yang berbeda-beda dari para pengambil kebijakan mengenai urgensi dan risiko investasi pemerintah;
g. Munculnya potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang yang diakibatkan singkatnya waktu dalam penyusunan aturan pelaksanaan dan upaya untuk menyederhanakan skema penyaluran anggaran dalam pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional akibat terjadinya pandemi;
h. Langkah-langkah ditingkatkannya pemahaman terhadap konsep-konsep keuangan negara secara utuh mulai dari perencanaan pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawaban anggaran oleh Satker BLU mengingat terus tumbuhnya jumlah Satker BLU;
i. Belum optimalnya pemahaman apparat pemeriksa terkait tata Kelola BLU, sehingga menyebabkan keraguan pemimpin BLU untuk mengambil langkah strategis dan pengembangan bisnis BLU, seperti pengadaan barang dan jasa, optimalisasi asset dan lain-lain;
j. Belum memadainya tenaga SDM BLU secara kuantitas dan kualitas;
k. Belum optimalnya sinergi antara DJPb dan K/L teknis yang membawahi BLU;
l. Belum andalnya teknologi dan system informasi keuangan BLU sehingga menyulitkan DJPb dalam melakukan monitoring dan evaluasi layanan maupun kinerja keuangan satker BLU;
a. Potensi dalam penelitian dan pengembangan serta kerja sama kelembagaan antara lain;
1) Kajian yang diteliti dapat digunakan dalam rangka mendukung penyusunan kebijakan public;
2) Terhadap isu strategis yang berkembang dapat diberikan masukan berdasarkan hasil kajian;
3) Dapat dipublikasikan hasil kajian terkait perbendaharaan, keuangan negara dan kebijakan dalam bentuk jurnal ilmiah;
4) Implementasi research based policy sebagai budaya organisasi di lingkup DJPb;
5) Kerja sama kelembagaan, baik dengan mitra dalam negeri maupun luar negeri, dalam peningkatan dan pengembangan tugas dan fungsi DJPb;
b. Potensi dalam pembinaan proses bisnis dan hukum antara lain:
1) Penajaman fungsi analisis, implementasi pembinaan dan evaluasi terkait pelaksanaan peraturan dan proses bisnis di bidang perbendaharaan;
2) Penguatan fungsi bantuan hukum lingkup internal DJPb
c. Potensi dalam harmonisasi peraturan perbendaharaan antara lain:
1) Proses harmonisasi dan sinkronisasi peraturan di bidang perbendaharaan negara akan menghasilkan produk peraturan perundang-undangan yang up to date dan tidak bertentangan satu sama lain terutama agar selaras dengan tiga undang- undang dalam paket undang- undang keuangan negara sehingga mampu memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan perbendaharaan negara, yang pada gilirannya akan meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara;
2) Produk peraturan yang dihasilkan dapat mendukung terciptanya tertib administrasi penyelenggaraan negara sehingga mampu menciptakan kesejahteraan umum.
d. Potensi dalam standardisasi dan pengembangan kapasitas pengelola perbendaharaan antara lain:
1) Penilaian kompetensi PPK dan PPSPM yang mulai diimplementasikan pada tahun 2020 dan sebagai wujud terstandardisasinya PPK dan PPSPM sesuai standar kompetensi yang telah dibakukan melalui PMK Nomor 50/PMK.05/2018;
2) Mendukung kinerja pelaksanaan anggaran Satker yang lebih baik melalui penilaian kompetensi PPK dan PPSPM;
3) PPK dan PPSPM yang bersertifikat dapat berkarir sebagai pejabat fungsional yaitu Jabatan Fungsional (Jafung) Pranata Keuangan APBN dan Jafung Analis Pengelolaan Keuangan APBN;
4) Mewujudkan profesionalisme pejabat perbendaharaan negara khususnya PPK dan PPSPM sebagai jalur karir Jabatan Fungsional;
5) Jabatan Fungsional Analis Perbendaharaan Negara dan Jabatan Fungsional Pembina Teknis Perbendaharan Negara menjadi salah satu konsep pengembangan SDM dan Pengembangan profesi yang strategis bagi DJPb, serta dapat menjadi pilihan karis yang menguntungkan bagi pegawai DJPb;
6) Jabatan fungsional di bidang perbendaharan berpotensi diminati pegawai perbendaharaan;
7) Empat jabatan fungsional di bidang perbendaharaan berpotensi berpotensi untuk dikembangkan dengan memperluas unsur maupun butir kegiatan yang sudah ada sehingga lebih banyak mengakomodasi fungsi-fungsi utama DJPb maupun fungsi pengelolaan keuangan APBN pada Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan perkembangan tata pengelolaan keuangan APBN;
e. Potensi dalam implementasi program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian yang menjadi tanggung jawab DJPb antara lain:
1) Proses koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan atas inisiatif insan perbendaharaan baik yang berada di lingkup DJPb maupun di unit eselon I lainnya, sehingga mampu memberikan hasil birokrasi dan layanan yang agile, efektif, efisien dan tetap akuntabel dari wujud transformasi kelembagaan;
2) Perumusan rekomendasi landasan hukum pelaksanaan transformasi kelembagaan dan transformasi organisasi yang dihasilkan dapat mendukung percepatan implementasi Inisiatif Strategis yang dijalankan;
3) Monitoring dan evaluasi implementasi Inisiatif Strategis secara optimal sehingga dapat mendorong target penyelesaian sesuai dengan time frame yang ditetapkan;
4) Manajemen Perubahan dan Komunikasi yang efektif yang dapat menjangkau pihak internal dan pihak eksternal DJPb.
f. Potensi dalam pengelolaan dan implementasi sistem informasi dan teknologi perbendaharaan antara lain;
1) Pengembangan sistem keuangan yang terintegrasi akan memudahkan dilakukan simplifikasi proses bisnis yang dapat menghasilkan data output yang lebih realable dan akuntabel untuk memudahkan pengambilan fiscal policy;
2) Implementasi SPAN dan SAKTI sebagai sistem keuangan terintegrasi akan lebih membuka kemungkinan interoperabilitas dan interkoneksi dengan sistem pendukung lainnya;
3) Dengan adanya cetak Biru TIK DJPb sebagai panduan pengembangan system pebendaharaan tahun 2018-2023, diharapkan visi dan misi organisasi dapat lebih mudah dicapai melalui strategi pengembangan system dan investasi TIK yang efektif dan efisien. Cetak Biru TIK DJPb menjadi living document yang perlu terus diseleraskan, antara lain dengan Inisiatif Strategis RBTK di tingkat Kementerian Keuangan;
4) Dukungan Menteri Keuangan dan high level commitment dari jajaran pimpinan Eselon I terkait dalam implementasi SAKTI menjadi modal kesuksesan perluasan implementasi SAKTI ke seluruh satker K/L sampai dengan tahun 2022;
5) Potensi penguatan strategi implementasi dan tata kelola TIK dalam mendukung implementasi new normal, khususnya dalam mengantisipasi kebijakan baru layanan perbendaharaan.
a. Permasalahan dalam penelitian dan pengembangan antara lain;
1) Keterbatasan SDM yang memiliki kapasitas dalam melakukan kajian dan penelitian;
2) Dukungan kerja sama dan koordisasi dengan pihak terkait dalam melaksanakan penyelesaian target kinerja;
3) Belum tersedianya tata kelola kerja sama kelembagaan di DJPb.
b. Permasalahan dalam penajaman fungsi analisis implementasi pembinaan dan evaluasi teknis pelaksanaan peraturan dan proses bisnis di bidang perbendaharaan antara lain:
1) Perkembangan proses bisnis perbendaharaan berbasis TI memiliki permasalahan terkait kesesuaian dengan tata perundangan yang berlaku (pengujian pada KPPN yang dilakukan oleh system);
2) Proses bisnis investasi pada BLU yang mengarah ke invetasi pada saham yang tidak pruden, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian pada negara.
c. Permasalahan dalam penguatan fungsi bantuan hukum lingkup internal DJPb, yaitu belum banyak peminat Forum Komunikasi Keuangan Negara (FKKN) sebagai salah satu wadah untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mempunyai passion untuk menjadi ahli keuangan negara sehingga permintaan pemenuhan ahli dari Aparat Penegak Hukum (APH) untuk bidang keahlian tertentu tidak dapat dipenuhi (Keuangan Pemda, BUMN);
d. Permasalahan dalam harmonisasi peraturan perbendaharaan, yaitu pemahaman public terhadap perubahan peraturan dan proses bisnis perbendaharaan masih beragam;
e. Permasalahan dalam standardisasi dan pengembangan kapasitas pengelolaan perbendaharaan antara lain:
1) Kondisi PPK dan PPSPM saat ini sanga bervariasi, khususnya PPK dan PPSPM yang sebagian besar merupakan pejabat mutasi;
2) Perlunya penyebaran informasi penilaian kompetensi secara massif oleh instansi eselon I sehingga dapat mendukung kesiapan untuk mengikuti penilaian kompetensi;
3) Kurangnya komitmen dari PA/KPA untuk mendorong dan memastikan PPK dan PPSPM di lingkup satker masing-masing untuk mengikuti penilaian kompetensi;
4) Menjaga kesinambungan pelaksanaan penilaian kompetensi bagi PPK dan PPSPM dengan jalur karir sebagai pejabat fungsional sehingga selanjutnya bagi yang telah bersertifikat kompetensi dapat selalu diakomodir untuk berkarir sebagai pejabat fungsional;
5) Proses penyusunan regulasi mengenai jabatan fungsional di bidang perbendaharaan yang terhambat oleh lamanya proses pembahasan dengan pihak eksternal yang terlibat;
6) Proses implementasi jabatan fungsional khususnya masa inpasing yang memerlukan lebih banyak waktu yang disebabkan karena penyusunan kebutuhan formasi jabatan yang terhambat baik faktor internal K/L maupun adanya kebijakan baru, serta calon pejabat fungsional yang belum memahami jabatan fungsional bidang perbendaharaan;
7) Perlu penyesuaian target/capaian output akibat penyusunan regulasi yang terhambat;
f. Permasalahan dalam implementasi program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kemenkeu, antara lain:
1) Benturan acuan landasan hukum agar implementasi program tetap berjalan aman dan legal;
2) Kebutuhan peningkatan skill dan knowledge untuk mendukung keterlibatan DJPb dalam Inisiatif Strategis Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (IS RBTK), baik sebagai pemilik inisiatif maupun sebagai pendukung;
g. Permasalahan dalam pengelolaan dan implementasi teknologi informasi dan teknologi perbendaharaan antara lain:
1) Tuntutan atas informasi yang cukup adaftif dan fleksibel terhadap dinamika perubahan proses bisnis seiring dengan merebaknya agilitas organisasi. Kecepatan perkembangan teknologi baik piranti lunak maupun maupun piranti keras, serta peningkatan ancaman keamanan informasi (seperti virus, illegal access dan leakage) membutuhkan resource baik dukungan anggaran TIK maupun SOP IT dengan kapabilitas dan kompetensi yang harus terus berkembang;
2) Sangat bergantungnya keberhasilan implementasi SAKTI berbasi web pada kesiapan SOP, serta kualitas dan konektivitas jaringan di setiap lokasi/wilayah satker, diperlukan strategi pelatihan dan komunikasi yang efektif ke 24.000 satker, serta mitigasi layanan untuk meyainkan bahwa permasalahan operasional sIstem tidak hanya disebabkan kepada adanya insiden (bug) aplikasi, tetapi jga kualitas pemahaaman user dan infrastruktur yang tersedia;
3) Perlunya perluasan organisasi yang lebih dapat mendukung fungsi layanan TIK seiring meningkatnya peranan sitem informasi dalam mendukung tugas dan fungsi organisasi. Konsep pengembangan dan operasional system core oleh unit TIK Kantor Pusat dan tuntutan peningkatan kualitas tata kelola TIK memerlukan jumlah SOP yang relative banyak denan pemisahan fungsi antara governance, management development & operational dan services management;
4) Belum maksimalnya pemanfaatan informasi data keuangan negara yang dihasilkan dari database yang terpusat sebagai modalitas penyusunan analisis dan kajian fiskal. Diperlukan percepatan pengembangan Tresury Big Data sebgaiamana dicanangkan dalam Cetak Biru TIK DJPb termasuk penguasaan keahlian, sebagai data analiytic/scientist yang mampu mengolah data menjadi informasi yang dibutuhkan organisai.
a. Potensi dalam fungsi organisasi antara lain:
1) Penyempurnaan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi melalui modernisasi tata Kelola perkantoran dalam implementasi The New Thingking of Working dan simplifikasi aplikasi manajemen perkantoran terintegrasi;
2) Optimalisasi pelayanan kepada stakeholder dalam berbagai situasi berisiko melalui penyempurnaan implementasi Business Continuity Plan (SCP) di lingkungan DJPb;
3) Meningkatnya indeks kepuasan pengguna layanan DJPb telah mendorong inovasi dalam penyempurnaan pelayanan secara berkelanjutan;
4) Meningkatnya efisiensi unit dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pada kerangka impementasi reformasi birokrasi melalui delayering;
5) Semakin baiknya kualitas pengelolaan keuangan di lingkunagn DJPb dengan implementasi redesain penganggaran dan system ABC (Activity Based Costing);
6) Meningkatnya optimalisasi pemanfaatan IT dalam proses bisnis pengelolaan keuangan DJPb;
7) Semaking baiknya sinkronisasi antara kinerja, risiko dan anggaran melalui integrasi pengelolaan kinerja, manajemen risiko dan redesain penganggaran:
8) Semakin baiknya optimalisasi peran pimpinan Unit Organisasi dan UKI di lingkungan DJPb untuk mencegah dan menangani kejadian fraud, suap/gratifikasi, dan pelanggaran kode etik;
9) Meningkatnya optimalisasi pemanfaatan aplikasi penunjang, pemantauan kepatuhan terhadap kode etik, ketersediaan sarana pengaduan yang memadai;
10) Meningkatnya mutu integritas Unit Organisasi dengan adanya predikat Wilayah Bebas dari korupsi (WBK) serta wilayah Birokrasi, Bersih dan Melayani (WBBM);
11) Meningkatnya fungsi media center dan optimalisasi kanal layanan berbasis media sosial;
12) Semakin baiknya branding image DJPb setelah dilakukan penyusunan dilakukan penyusunan kerangka strategi komunikasi DJPb;
13) Meningkatnya reutilisasi asset yang belum dimanfaatkan secara optimal setelah dilakukan penyusunan grand design optimalisasi BMN dan pengembangan system pendukung terkait termasuk dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah mengimplementasikan FWS (Fleksibel Working Space);
14) Penyusunan roadmap kebutuhan sarana dan prasarana di lingkungan DJPb memungkinkan perencanaan pemenuhan kebutuhan asset di lingkungan DJPb menjadi lebih baik dengan dukungan perbaikan inventarisasi dan perencanaan kebutuhan anggaran;
15) Pengembangan grand design penyelesaian permasalahan asset sebagai pedoman dalam penyelesaian permasalahan secara administrasi hukum dan fisik.
b. Potensi dalam fungsi manajemen sumber daya manusia antara lain:
1) DJPb telah memiliki sistem manajemen talenta yang diimplementasikan secara penuh dengan mengacu pada ketentuan manajemen talenta Kementerian Keuangan;
2) DJPb telah memiliki mekanisme pemberian penghargaan melalui kegiatan pemilihan pegawai berprestasi dan pegawai teladan;
3) DJPb telah memiliki mekanisme seleksi pegawai dengan kompetensi di bidang tertentu;
4) DJPb telah memiliki talent pool yang berisi kumpulan para pegawai dengan kompetensi dan bakat tertentu yang siap untuk dikembangkan lebih lanjut untuk mengisi jabatan kosong dan atau jabatan strategis dalam mendukung pelaksanaan tugas di bidang perbendaharaan negara;
5) Assessment Center dalam rangka pengukuran kompetensi manajerial pegawai telah dilaksanakan secara berkala, yang hasil pemetaan kompetensinya digunakan dalam pengelolaan SDM;
6) DJPb telah memiliki program pendidikan dan pelatihan yang dirancang secara terstruktur mengacu pada PMK Nomor 45/PMK.01/2018 tentang Pedoman Analisis Kebutuhan Pembelajaran di Lingkungan Kementerian Keuangan;
7) Program budaya organisasi DJPb telah dilaksanakan dengan mengacu pada Kepdirjen Perbendaharaan Nomor KEP-637/PB/2017 tentang Grand Design Budaya Organisasi DJPb;
8) Desain pembelajaran 70:20:10 yang mengacu pada PMK-216/PMK.01/2018 tentang Manajemen Pengembangan SDM di Lingkungan Kementerian Keuangan telah diimplementasikan secara konsisten melalui pelaksanaan program pembelajaran, baik melalui jalur klasikal maupun non klasikal;
9) DJPb sedang mengembangkan sarana pembelajaran jarak jauh yang dapat diakses menggunakan telepon genggam sehingga memudahkan para pegawai untuk mengakses setiap program pengembangan pegawai;
10) Program pengembangan kompetensi dan budaya organisasi telah dilaksanakan secara terintegrasi dalam Aplikasi PBNOpen melalui Aplikasi Training;
11) Penempatan pegawai pada jabatan fungsional akan membina karir pegawai lebih professional sesuai dengan kopetensinya;
12) PBNOpen menjadi backbone kepegawaian pada DJPb yang memudahkan dan mengintegrasikan pengelolaan SDM di DJPb;
13) DJPb telah memiliki dan terus mengembangkan program peningkatan well being pegawai sebaai bekal dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman yang bergerak denan sangat cepat;
14) DJPb sedang atas peraturan pola mutasi bagi pelaksana agar utase dapat dilakukan secara transparan dan terencana;
15) DJPb telah memiliki Aplikasi Grading yang dapat memfasilitasi seluruh mekanisme pengelolaan jabatan dan peringkat dari penyusunan surat keputusan sampai dengan monitoring dan evaluasi yang terintegrasi;
16) DJPb telah memiliki mekanisme mutasi melalui ruilslag pegawai dan terintegrasi dalam aplikasi ruilslag pegawai DJPb;
17) DJPb telah memiliki Pola Mutasi Jabatan Karier sehinga dapat meningkatkan objektivitas, tranparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan mutase pejabat;
18) DJPb telah memiliki Zona Mutasi bagi Pejabat guna mempermudah pelaksana mutasi dan memperluas pengalaman jabatan (tour of duty dan tour of area);
19) DJPb telah memiliki aplikasi konsultasi SDM yang memberikan ruang bagi para pegawai yang ingin menyampaikan hal-hal yang bersifat pribadi dan confidential;
20) DJPb telah memperhatikan kebutuhan pegawai dengan penerapan dan homebase bagi pegawai agar Ketika memasuki masa pension dapat ditempatkan pada unit homebase-nya.
a. Permasalahan dalam fungsi organisasi antara lain:
1) Belum optimalnya penguatan dalam implementasi Business Continuity Plan (BCP) di lingkungan DJPb;
2) Implementasi penyederhanaan birokrasi (delayering) yang memerlukan analisis dampak dalam hubungannya dengan kinerja dan efektivitas unit organisasi;
3) Aplikasi manajemen perkantoran belum terintegrasi dengan baik, serta beragamnya kapasitas pegawai dalam menyikapi implementasi The New Thinking of Working;
4) Dinamisnya perkembangan tata kelola perkantoran dalam implementasi The New Thinking of Working perlu diakomodir dalam Standard Operating Procedure (SOP);
5) Kebijakan redesain penganggaran yang memerlukan waktu penyelesaian dalam penyusunan anggaran;
6) Belum optimalnya pemanfaatan TI dalam pengelolaan keuangan Satker DJPb;
7) Belum memadainya kapasitas SDM pada instansi vertical dalam monitoring dan evaluasi pelaKanaan anggaran di wilayahnya;
8) Pengelolaan kinerja manajemen risiko dan penganggaran yang belum terintegrasi;
9) Beragamnya kapasitas kompetensi SDM UKI di lingkungan DJPb;
10) Masih terdapatnya pelanggaran terhadap kode etik dan terjadinya fraud di lingkungan DJPb;
11) Belum optimalnya pemenuhan terhadap kriteria pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah dari Korupsi (WBK) serta Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM);
12) Belum optimal pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) karena reutilisasi fungsi untuk mendukung FWS;
13) Masih belum terpenuhnya kebutuhan sarana prasarana perkantoran yang memadai dan modern secara kuantitas maupun kualitas dikarenakan permasalahan dalam inventarisasi dan ketersediaan anggaran;
14) Masih terdapat asset yang memiliki permasalahan administrasi, hukum dan fisik serta belum adanya pedoman penyelesaian utas bermasalah.
b. Permasalahan dalam fungsi manajemen sumber daya manusia antara lain:
1) Perlunya rumusan manajemen talenta pengelolaan karier, pengembangan kompetensi dan penilaian kinerja di DJPb akibat adanya disrupsi kebijakan penyederhanaan birokrasi di tahun 2020;
2) Kebijakan minus growth pertumbuhan SDN dan jumlah pegawai tahun 2020 s.d. 2024, berpengaruh terhadap pola mutasi dan pola karir pegawai serta keseimbangan komposisi pegawai;
3) Terbatasnya sarana dan infrastruktur bagi para pegawai yang berada di daerah terpencil dalam mendukung pengembangan kompetensi, misalnya kurang stabilnya akses internet dan listrik, serta minimnya ketersediaan Lembaga Pendidikan, khususnya Lembaga Pendidikan bahasa asing;
4) Masih rendahnya kesadaran para pegawai terhadap program coaching and counseling sebagai salah satu metode pengembangan kompetensi;
5) Tren peningkatan persentase jumlah pegawai perempuan di DJPb meningkatkan potensi hambatan mobilitas pegawai untuk ditempatkan di seluruh unit kerja DJPb;
6) Perkembangan organisasi dan teknologi informasi saat ini belum mampu mengurangi kebutuhan SDM pada unit kerja karena SDM masih dibutuhkan untuk maintenance atau sosialisasi teknologi informasi kepada stakeholder;
7) Masih perlunya penguatan budaya kerja mandiri, professional, dan mandiri berbasi output kepada seluruh pegawai DJPb di tengah pandemi;
8) Masih perlunya peningkatan kesiapan pengelolaan SDM yang humanis dalam menghadapi situasi force majeure;
9) Masih belum diimplementasikan Analisis Kesenjanan Kinerja Pegawai;
10) Pola mutasi jabatan karier masih perlu diperbaharui menyesuaikan aturan manajemen ASN dan turunannya;
11) Masih perlu diperbaharuinya Zona Mutasi bagi pejabat untuk menyesuaikan perkembangan pembangunan di setiap wilayah Indonesia.
*****
DAFTAR PUSTAKA:
- Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-139/PB/2020 Tentang Rencana Strategis Ditjen Perbendaharaan Tahun 2020-2024,
- https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=8967
- http://www.keuanganpublik.com/2012/01/
Komentar
Posting Komentar