Dalam perjalanan dari Bandar Jaya Timur kabupaten Lampung Tengah pada bulan yang lalu (Februari 2021), kurang lebih pukul 16.15 bus yang penulis tumpangi menghentikan perjalanannya untuk istirahat di perbatasan provinsi Jambi dengan provinsi Riau, tepatnya di Rumah Makan Kurnia jalan Lintas Timur km 159. Perjalanan darat tersebut di luar rencana semula karena maskapai Batik Air membatalkan penerbangan dengan opsi dimajukan 7 jam, sementara kalau penerbangan ditunda keesokkan hari masa berlaku Rapid Swab Antigen sudah habis.
Dengan tetap menggunakan masker, bersama penumpang yang lain penulis pun turun untuk makan karena perut sudah keroncongan sebab sejak pagi belum diisi nasi. Arah masuk ke dalam rumah makan tidak tersedia tempat cuci tangan, setelah penuliskan tanyakan kepada pemiliknya, penulis diarahkan ke samping warung makan. Sekembalinya, pemilik warung makan mengatakan kepada penulis: “Sudah tidak ada Corona!”. Penulis pun tersenyum sambil menuju meja makan. Alhamdulillah sebelumnya sudah shalat Dhuhur dan Asar jama’ qashar sehingga waktu makan menjadi lebih longgar dan santai.
Kalimat “Sudah tidak ada Corona!” yang diucapkan
oleh Si pemilik Warung Makan Kurnia menggelitik pikiran penulis. Paling tidak
ada 3 (tiga) asumsi untuk menilai ucapan tersebut. Asumsi pertama, ada
kemungkinan Si pemilik Warung Makan Kurnia abai dengan situasi pandemi Covid-19
dengan memperhatikan keempat pengelola rumah makan (termasuk pemilik) dalam
melayani pembeli tidak ada yang menggunakan masker. Asumsi kedua, dapat di
katakan lokasi warung makan di tengah hutan Sawit yang jauh dari keramaian
warga sehingga relatif aman dari paparan virus Covid-19, sehingga Si pemilik
Warung Makan Kurnia merasa percaya diri. Asumsi yang ketiga, ada kemukinan Si
pemilik Warung Makan Kurnia sudah merasa jenuh dan bosan dengan suasana pandemi
termasuk dengan penanganan untuk mengatasi pandemi Covid-19 sehingga menyebabkan
omset penjualannya banyak menurun karena dipastikan tingkat kunjungn pembeli
menurun drastis karena kebijakan pembatasan perjalanan di tiga moda
transportasi.
Asumsi yang ketiga tersebut senada dengan keterangan
Mukroni
(Ketua Kowantara) Komunitas Warung
Tegal Nusantara
bahwa pada awal tahun ini (2021) kurang
lebih ada 20.000 warteg yang akan tutup. Ini karena ketidakmampuan pengusaha
warteg memperpanjang sewa tempat usahanya. Ini merupakan bagian dari kesulitan
permodalan salah satunya. Gagal bayar itu tak lepas dari terus menurunnya
pendapatan usaha sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia sejak Maret
2020. Lantaran pandemi ini turut membatasi aktivitas sosial dan ekonomi
masyarakat, termasuk kelompok pekerja sebagai pelanggan setia warteg.
Tidak semua sektor mengalami kontraksi, meski
menurun akibat pandemi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Budhi Sarwono (Bupati
Kabupaten Banjarnegara) yang disampaikan pada momen hari jadi Kabupaten
Banjarnegara yang ke-450 bahwa sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif
3% meski secara agregat pertumbuhan keseluruhan sektor minus di 2020 dalam
acara ” Ngobrol Bareng Tentang Kondisi Ekonomi di Masa Pandemi Bersama Bupati
Banjarnegara dan Kepala BPSB Banjarnegara” yang keseluruhan kegiatannya
berlangsung sejak tanggal 23 hingga 26 Februari 2021 yang lalu.
Menyimak siaran pers Biro Pers, Media, dan Informasi
Sekretariat Presiden pada 25 November 2020 yang lalu, mengawali sambutan, Presiden
Joko Widodo menyampaikan kembali bahwa kita semua sudah merasakan bahwa tahun
2020 adalah tahun yang sangat sulit. Di tahun 2021 kita juga masih menghadapi
ketidakpastian karena ekonomi global juga penuh dengan ketidakpastian.
Dalam acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2021 di Istana Negara, pada Rabu, 25 November 2020, bahwa seluruh menteri, pimpinan kementerian dan lembaga, kepala daerah, terutama yang memiliki anggaran-anggaran besar, agar segera melakukan lelang sedini mungkin di bulan Desember 2020 sehingga bisa menggerakkan ekonomi di kuartal I 2021. Catatan yang disampaikan presiden tersebut senada dengan yang penulis sampaikan pada FGD Persiapan Pelaksanaan Anggaran TA 2017 yang dilaksanakan setelah penyerahan DIPA TA 2017 di KPPN Putussibau, https://pa-putussibau.go.id/pa-putussibau-terima-dipa-2017-dari-kppn-putussibau/ .
Adapun tujuan dari pernyataan presiden tersebut agar di bulan Januari itu sudah ada pergerakan karena lelangnya sudah dilakukan setelah DIPA diserahkan. Karena belanja pemerintah menjadi penggerak utama roda perekonomian nasional di saat lesunya perekonomian akibat pandemi. Oleh karena itu, segera merealisasikan APBN 2021 menjadi keharusan dan menjadi salah satu instrumen penggerak ekonomi.
Seluruh pelaku ekonomi tentu berharap anggaran
negara tersebut dapat merasakan dampak dan manfaatnya. Setidaknya, para pengusaha
warung tegal dan rumah makan berskala kecil di atas. Dalam kesempatan tersebut,
Presiden juga menegaskan bahwa bantuan sosial yang menjadi salah satu fokus
kebijakan pemerintah di tahun mendatang juga harus kembali diberikan kepada
masyarakat mulai awal tahun 2021 mendatang. Dengan kecepatan bantuan yang
diberikan, Presiden berharap agar belanja dan konsumsi masyarakat dapat
meningkat sehingga mampu menggerakkan ekonomi di lapisan bawah.
Menurut Presiden Joko Widodo, dalam kondisi krisis
akibat pandemi saat ini, pemerintah harus bekerja lebih cepat dengan cara-cara
luar biasa agar berbagai program stimulus dapat berjalan tepat waktu dan
memberikan daya ungkit pada pertumbuhan ekonomi. Sehigga harus melakukan
terobosan untuk mereformasi anggaran
agar bisa menggerakkan ekonomi baik nasional maupun daerah. Memanfaatkan APBN
dan APBD dengan cermat, efektif, dan tepat sasaran adalah keniscayaan sehingga
seluruh rupiah yang ada di APBN maupun APBD harus betul-betul dibelanjakan
untuk kepentingan rakyat.
Selain itu, Kepala Negara menggarisbawahi bahwa
dalam menghadapi banyak ketidakpastian seperti kondisi saat ini, dibutuhkan
fleksibilitas dalam penggunaan anggaran. Tugas utama jajaran pemerintah ialah
membantu dan memecahkan masalah yang terdapat di masyarakat (dinamisator). Namun
kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas tetap harus menjadi bagian
integral dari pelaksanaan APBN maupun APBD dan wajib menjadi pedoman sehingga tidak
akan menjadi persolan hukum di kemudian hari.
Kecepatan dan ketepatan harus tetap menjadi karakter
kebijakan-kebijakan pemerintah meski berhadapan dengan tantangan pandemi. Untuk
itu, dalam APBN tahun 2021, pemerintah telah menentukan empat fokus kebijakan.
Keempat fokus kebijakan tersebut adalah
penanganan kesehatan, perlindungan sosial, pemulihan ekonomi, dan reformasi struktural
di bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan lain sebagainya.
Fokus kebijakan pertama yang ditempuh pemerintah yaitu
penanganan kesehatan dengan fokus utama menitikberatkan pada vaksinasi Covid-19
yang ditargetkan selesai sampai dengan bulan Juni 2021 dari target awal di
bulan April sehingga anggaran yang
berkaitan dengan penguatan sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium
penelitian, dan pengembangan sangat diperlukan. Selain melakukan penanganan
kesehatan akibat pandemi, pemerintah juga tetap akan berfokus pada
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan sosial, terutama bagi
kelompok yang rentan dan kurang mampu.
Dalam hal pemulihan ekonomi, pemerintah akan memberi
dukungan yang lebih besar bagi perkembangan dunia usaha, khususnya bagi sektor
usaha mikro, kecil, dan menengah. Kebijakan ini tentu sangat diharapkan dapat
menjangkau semua pihak yang terdampak pandemi, seperti usaha Warung Tegal dan
Rumah Makan skala kecil RM Kurnia yang lokasi usahanya di antara hutan Sawit di
perbatasan provinsi Jambi dengan provinsi Riau. Setidaknya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM sebesar Rp 2,4 juta yang akan direalisasikan pada bulan Maret ini dapat menetes kepada yang bersangkutan, dan kepada semua pelaku UMKM pada umumnya.
SUMBER INFORMASI/BERITA :
Komentar
Posting Komentar