Menemani tetangga yang penasaran dengan lokasi dusun Legetang di daerah pegunungan Dieng, Rabu, 28 Oktober 2020 pagi hari berangkat dari kota Banjarnegara. Mengapa penasaran?. Silakan pembaca mengaktifkan mesin pencari informasi, banyak yang telah mengupas keberadaan dusun Legetang. Singkatnya, dusun itu lenyap terkubur karena bencana pergerakan tanah yaitu dataran di atasnya runtuh mengubur segalanya dusun legetang, dan saat ini lokasi kejadian ditandai dengan monumen berbentuk tugu tanpa catatan relief apapun.
![]() |
Warung rakyat rest area pegunungan Dieng |
Di rest area pegunungan Dieng kurang lebih 3 km sebelum lokasi kami menghentikan perjalanan untuk melaksanakan shalat Dhuhur sekaligus mampir di warung rakyat menikmati jajanan ala kadarnya. Karena lokasi di pegunungan yang sehari-harinya berhawa dingin, jadi minuman hangat tidak ketinggalan. Purwaceng adalah minuman tradisional di daerah pegunungan Dieng untuk menghangatkan dan meningkatkan stamina tubuh, meski saya memesan jahe panas.
Mengapa saya sebut
warung rakyat?, karena warung kaki lima dengan menu makanan ala kadarnya yang
biasa kita jumpai di warung-warung pinggir jalan. Untuk minuman, selain Purwaceng tersedia minuman hangat berbahan instan berbagai rasa kopi dan coklat.
Sedangkan makanan, selalu tersedia tahu isi goreng dan mendoan (tempe berbalut
tepung tebal goreng) serta bermacam variasi masakan mie.
Sambil menunggu hidangan disiapkan pemilik warung, ngobrol-ngobrol dengan seorang pengunjung. Dilihat dari rompi yang dikenakan nampaknya salah satu anggota komunitas yang sedang berwisata bersama. “Jalan rame-rame ya Mas?”, Saya mengawali menyapa. “Betul Pak”. “Dari mana ?”, lanjut saya. “Dari Tangerang Selatan (Tangsel)”, jawab yang besangkutan. “Jadi warga bu Airin (walikota Tangsel) ya ?”, sambung saya.
Sambil tertawa (tanda sependapat), kita lanjut dengan bincang-bincang yang
lebih seru. Kurang lebih satu jam, dan hampir bersamaan kita usai menikmati
hidangan sambil ngobrol. Kira-kira pukul 13.30 wib kita berpisah melanjutkan
perjalanan. Yang bersangkutan sekeluarga pun melanjutkan perjalanan dengan
sedan Lexus-nya.
![]() |
Jalan menanjak (lebar 2 meter) menuju dusun Legetang |
Kembali ke fenomena
dusun Legetang, pergerakan tanah yang runtuh dan berakhir dengan bencana
mungkin ada yang menilai sebagai fenomena alam biasa tanpa ada kaitan apa pun
dengan peristiwa yang lain. Dapat dipastikan
bencana yang menimpa dusun Legetang telah melenyapkan semua harta benda
dan banyak menelan korban jiwa.
Setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ebiet G Ade (penyanyi asal Banjarnegara Jawa Tengah yang tenar di dekade tahun 80-an s.d. 90-an) dalam sebuah petikan syair lagunya, ”…mungkin alam mulai bosan melihat tingkah kita yang bangga dengan dosa-dosa atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita …” .
Sebagai penutup, kita patut merenungkan firman Allah, Sang Pencipta Yang Maha Kuasa yang sejak 16 abad yang lalu telah mengingatkan agar manusia selalu mawas diri atas kerusakan dan bencana yang menimpanya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar),” (Qs. Ar Ruum : 41).
Komentar
Posting Komentar