Saya
teringat kembali percakapan dua bocah perempuan kembar berusia belumlah genap 6
tahun di depan rumahnya di komplek Perumnas Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang NTT 15
tahun yang silam. Jadi bila berumur panjang, semoga, kedua bocah itu saat ini
berumur lebih kurang 21 tahun. Bila ada yang ingin meminang atau ada orang tua
yang ingin menjodohkan dengan anak laki-lakinya, insya allah bisa saya
hubungkan dengan catatan serius, eehhmm.
![]() |
Ilustrasi adik & kakak (Zayna & Raihan) |
Saya pernah menghadiri satu forum pertemuan untuk koordinasi kegiatan keagamaan di sebuah hotel kecil di kecamatan
Kelapa Lima Kota Kupang 20 tahun yang silam seluruh peserta di data satu per
satu oleh panitia: “Si Fulan, Si Fulanah …!”. Saat panitia sedang menyebut satu
nama peserta, yang bersangkutan menunjukan jari sambil mengatakan: “Haji Fulan,
Mas!”. Jadi kurang kata/sebutan haji untuk yang bersangkutan, eehhmm.
Menurut
keterangan Andi Malarangeng (mantan Juru Bicara & mantan Menteri Pemuda dan
Olah Raga masa pak SBY) pernah menceritakan kisah saat pak SBY menjabat Panglima
Komando Daerah Militer (Pangdam) Kodam II Sriwijaya. Pak SBY pernah mengatakan
kepada seniornya yang juga anak buahnya
berpangkat Pembantu Letnan Satu (Peltu): “Siap jenderal kalau pas dinas saja ya
mas, jika di luar cukup dik SBY!”.
Sebutan
dalam menyapa orang memang mempunyai dampak psikologis. Gelar akademis dan non
akademis, pangkat, jabatan bahkan karena posisi seseorang bisa mempengarui
orang dalam meyebut ataupun menyapanya. Bahkan dulu teman bermain kelereng di
waktu kecil menyebut dan menyapa akrab lagi santai, namun karena “perubahan
posisi” salah satu di antara mereka sebutan dan sapaan akrab lagi santai itu
tinggal kenangan berubah menjadi kekakuan.
Ada
kalangan tertentu menganggap hal yang biasa disapa dengan sapaan yang sementara
orang menganggap sebagai sapaan/bahasa yang kasar, sehingga di sini kondisi lingkungan
dan tingkat intensitas pergaulan sosial sangat berpengaruh terhadap penerimaan
berbagai macam ragam sebutan dan sapaan.
Orang
Padang memanggil dengan sebutan Abang kepada anak laki-lakinya meski masih baby dan imut. Orang Jawa memanggil
dengan sebutan mas atau mbak meski yang disebut jauh lebih muda, yang secara
bahasa sebenarnya bisa dipanggil atau disapa thole atau nduk (dik). Perbedaan
sebutan atau panggilan secara praktik berbeda dengan secara bahasa ini mungkin bermaksud
menghormati ataupun membanggakan.
Nabi
pun juga telah memberi contoh dalam menyapa isteri beliau dengan sebutan/sapaan
“ya humairoh” (wahai si merah jambu). Sa’id
bin Al-Musyyab rahimahullah mengatakan: “Janganlah Engkau
berkata kepada temanmu, “Wahai keledai!”, “Wahai anjing!”, atau “Wahai
babi!” Karena kelak di hari kiamat Engkau akan ditanya, “Apakah Engkau
melihat aku diciptakan sebagai anjing, keledai, atau babi?” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 5:
282).
Komentar
Posting Komentar