Langsung ke konten utama

Nenek Moyang Kita Pelaut

Laut penghubung daratan Cilacap dengan pulau Nusakambangan

Nenek Moyangku Seorang Pelaut

nenek moyangku orang pelaut
gemar mengarung luas samudra
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa

angin bertiup layar terkembang
ombak berdebur di tepi pantai
pemuda b’rani bangkit sekarang
ke laut kita beramai-ramai

“Nenek Moyangku Orang Pelaut” adalah judul lagu anak.anak yang kini telah  berusia 83 tahun, persisnya digubah Ibu Soed pada 1940 saat Nusantara dalam masa peralihan pendudukan penjajah yakni masa-masa sekutu -termasuk Belanda yang bercokol di Nusantara- diujung tanduk bertekuk lutut kepada Jepang.

 Liriknya menyimpan pesan moral, rasanya lagu yang sarat akan makna kemanusiaan. Juga datang dari  Indonesia Timur, orang Bugis-Makassar memiliki semboyan: “Kualleangi Tallanga Natowalia” yang terjemahan bebasnya: “Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai”. Namun arti sebenarnya dari kata “Kualleangi Tallanga Natowalia” adalah “Lebih Kupilih Tenggelam (di lautan) daripada Harus Kembali Lagi (ke pantai)” https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/nenek-moyangku-orang-pelaut-menengok-kejayaan-kemaritiman-indonesia-masa-lampau/.

Semboyan yang jelas-jelas menunjukkan bahwa mereka adalah para pelaut sejati yang memiliki kemampuan kemaritiman. Telah berabad lamanya mereka mengarungi samudera lautan yang luas antara Makassar dan Arnhem Land, Australia Utara, menaklukkan Laut Arafuru untuk mencari teripang di Tanah Aborigin.

Laut adalah sumber hayati yang tidak kalah penting dengan daratan bagi keberlangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, termasuk fungsinya dalam menjaga keseimbangan alam. Perjalanan lintas negara dan benua pada awalnya juga dimulai dengan menaklukan lautan dan samudera sehingga berkembang sampai dengan saat ini tercipta hubungan dan kerja sama yang masif untuk kepentingan manusia.

Di dalam Al qur’an juga telah disebutkan bahwa laut diciptakan untuk kepentingan manusia. “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Diajadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus” (Qs. Al Furqan/25 : 53). 

Lebih diperjelas pada ayat: “Dan tidak sama (antara) dua lautan; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing lautan) itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai, dan di sana kamu melihat kapal-kapal berlayar membelah laut agar kamu dapat mencari karunia-Nya dan agar kamu bersyukur" (Qs. Fatir/35 : 12).

Nikmat mana lagi yang kamu (manusia) dustakan. Itu pertanyaan dan tantangan Sang Pencipta kepada manusia, jika sekiranya manusia merasa sanggup dan mampu bertahan hidup di luar Bumi secara normal, yang di dalamnya terdapat lautan dan samudera yang elok nan indah. 

Namun, jika manusia ingkar dengan semua nikmat itu, Sang Pencipta cukup "kun fayakun", tidak butuh waktu lebih dari 5 detik Bumi dan isinya ditenggelamkan dan itu pernah terjadi pada masa nabi Nuh as. 

"Kemudian Kami menyelematkannya Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian setelah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal" (Qs. Asy-Syu'ara'/26 : 119-120).  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reuni Ketemu Kembali

Merindukan teman, sahabat dan saudara adalah hal wajar dan manusiawi, lebih-lebih telah sekian lama dan mungkin berpuluh tahun. Demi untuk mewujudkan impian untuk bertemu teman -kopi darat- beragam acara dan kegiatan pun dibuat dan dikemas. Bahkan untuk mem- follow up -nya dibentuklah bermacam-macam kelompok, group , komunitas ataupun entitas dan satu diantaranya adalah reuni. Saat ada kabar akan ada reuni seangkatan waktu sekolah, ada sobat yang mengungkapkan pandangannya  melalui sebuah tulisan opini. Singkat kata, menurutnya reuni dengan latar belakang apapun ada manfaat positif maupun dapat menimbulkan dampak negatif. Jadi sobat itu mengakhiri tulisan dengan kalimat “Berangkat tidak, berangkat tidak...”. Nampaknya sobat itu tidak berangkat menghandiri reuni dan itu kata orang-orang zaman now “no problemo” atau “basing-basing bae” kata wong Palembang. Di dalam reuni dipastikan semua kenangan pada masa yang silam akan muncul saat itu. Bahkan mulai dari rencana reuni digulirkan

Umrah Haji Hanya Buang-buang Duit !?

  Pernah ada nada sumbang yang mengatakan kalau umrah dan haji hanya buang-buang uang dan hanya menguntungkan kerajaan Arab Saudi saja. Apabila disebut hanya buang-buang uang, lantas yang plesiran wisata ke benua Eropa, Afrika, Amerika, Australia dan Asia apa juga mau dibilang hanya buang-buang uang. Demikian pula, dikatakan hanya menguntungkan kerajaan Arab Saudi saja, apa yang plesiran wisata ke negara-negara selain Arab Saudi apa juga mau disebut hanya menguntungkan negara itu saja ( red: https://majumelangkah.blogspot.com/2019/11/propaganda-perang-kata-kata.html ).  Terus belum lama, ada media nasional yang konten beritanya mem- framing peristiwa kematian sekeluarga di sebuah komplek perumahan Jakarta Barat disandingkan dengan kesolehan sosial haji, padahal juga bukan sedang musim haji. Toh kalau pun sedang musim haji, apa juga pantas dan membolehkan membuat framing negatif peristiwa tersebut dengan soal haji.  Siapapun penulisnya atau kontributornya, dewan redaksi khususnya pimp

TANDA TANDA KEMATIAN

Adapun tanda-tanda kematian menurut ulama adalah benar dan nyata, hanya amalan dan ketaqwaan kita saja yang akan dapat membedakan kepekaan kita kepada tanda-tanda ini. Rasulullah SAW diriwayatkan masih mampu memperlihat dan menceritakan kepada keluarga dan sahabat secara lansung akan kesukaran menghadapi sakaratulmaut dari awal hingga akhir hayat.  Imam Ghazali rahimahullah diriwayatkan memperolehi tanda-tanda ini sehingga beliau mampu menyediakan dirinya untuk menghadapi sakaratulmaut secara sendirian. Beliau menyediakan dirinya dengan segala persiapan termasuk mandinya, wuduknya serta kafannya sekali, hanya ketika sampai bahagian tubuh dan kepala saja beliau telah memanggil abangnya yaitu Imam Ahmad Ibnu Hambal untuk menyambung tugas tersebut. Beliau wafat ketika Imam Ahmad bersedia untuk mengkafankan bahagian mukanya. Adapun riwayat -riwayat ini memperlihatkan kepada kita sesungguhnya Allah SWT tidak pernah berlaku zalim kepada hambanya. Tanda-tanda yang diberikan adalah untuk menja